Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2015

PENDIDIKAN BERBASIS BUDAYA[1]

OLEH: DARMANINGTYAS Pengantar: Subtema Seminar Nasional mengenai “Kembali Budaya Bangsaku” yang merupakan rangkaian acara dari “Festival Pendidikan 2015” tingkat Jawa Tengah dengan tema “Menggali Nilai-Nilai Budaya dalam Pendidikan” ini mengingatkan kita terhadap arah pendidikan nasional yang seakan tercerabut dari akar budaya bangsa, sehingga budaya bangsaku itu sendiri hilang karena pendidikan yang seharusnya menjadi penyemai budaya bangsa tidak berakar lagi pada budaya, melainkn berakar pada paham pragmatisme kehidupan.

MENANTI AYAH BUNDA

OLEH: DARMANINGTYAS Ayah Bunda merupakan sebutan yang amat khas di kalangan kelas menengah terdidik. Jarang sekali anak-anak dari orang kebanyakan menyebut kedua orang tua mereka dengan sebutan “ayah bunda”. Sebutan “ayah bunda” itu memperlihatkan kelekatan emosional relasi antara relasi anak dengan orang tuanya (bapak dan ibu). Para ibu dari kalangan terdidik yang care terhadap anaknya akan selalu membahasakan anaknya dengan “bunda”.  Tidak aneh bila sebutan “ayah bunda” itu kemudian menjadi nama majalah keluarga. Pilihan nama tersebut, bukan tanpa pertimbangan yang masak, tapi didasarkan pada makna filosofis dan semantic. Itulah sebabnya namanya “ayah bunda”, bukan “bapak ibu” atau “papa mama”.

MEA DAN KESIAPAN LULUSAN LPTK

OLEH: DARMANINGTYAS Pengantar: Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) sesungguhnya bukan isu baru karena dalam dua dekade terakhir ini sebetulnya kita telah hidup dalam suatu tatanan ekonomi global yang kendalinya tidak lagi ada pada kita, melainkan pada kekuatan kapotal dan pasar secara terbuka. Kalau kita cermati, apa saja yang kita konsumsi sehari-hari: beras, jagung, kacang-kacangan, telor, daging ayam, daging sapi, sayuran, buah-buahan, hingga pakaian batik yang seharusnya menjadi kebanggaan kita pun kita impor, dan sebagian juga dari Negara anggota ASEAN. Demikian pula tenaga kerja yang bekerja di Indonesia untuk bidang   IT dan finansial banyak yang dari Malaysia, Singapura, dan Philipina. Tenaga kerja Indonesia juga jutaan yang bekerja di Negara-negara anggota ASEAN, hanya saja, tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Negara-negara ASEAN itu adalah tenaga-tenaga kasar atau tidak terdidik.

MEMPERTIMBANGKAN PEMBUBARAN KOPERTIS

Oleh: Darmaningtyas Penulis Buku Melawan Liberalisasi Pendidikan (2014) Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M. Nasir mewacanakan penghapusan dikotomi antara PTN (Perguruan Tinggi Negeri) dengan PTS (Perguruan Tinggi Swasta)  dan akan mendirikan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi  (LLPT) untuk menggantikan keberadaan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) yang selama ini menyebar di 12 wilayah di seluruh Indonesia. Pegawai Kopertis adalah PNS dari Direktorat Pendidikan Tinggi atau dari PTN di wilayah masing-masing.

AKHIR DRAMA UJIAN NASIONAL

OLEH: DARMANINGTYAS Ujian Nasional (UN) yang setiap tahun menyita perhatian publik karena penuh dramatik, sebentar lagi tidak menjadi berita media massa karena kurang menarik. Fungsi UN sebagai penentu kelulusan telah dihapuskan oleh Menteri Pedidkan dan Kebudayaan Anies Baswedan. Ini langkah revolusioner yang patut diapresiasi, karena akan membawa suasana baru dalam sistem pendidikan nasional. Paling tidak, murid-murid akan terdorong untuk belajar, bukan karena ada tes (UN), tapi karena belajar itu kebutuhan diri untuk maju.

DESAIN BARU UJIAN NASIONAL

OLEH: DARMANINGTYAS AKTIVIS PENDIDIKAN DI TAMANSISWA, YOGYAKARTA Dimuat di Koran Media Indonesia, Tanggal 28 Januari 2015 Udara segar bertiup dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), tatkala Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dalam rapat terbatas di Kantor BSNP pada tanggal 16 Januari menjelaskan mengenai paradigma pendididkan nasional ke depan, termasuk desain baru Ujian Nasional (UN) yang tidak lagi sebagai penentu kelulusan, melainkan sebagai sarana pemetaan kualitas pendidikan dan sekaligus kepentingan diri murid untuk melihat perkembangan dirinya dalam belajar. Selama ini UN mempunyai banyak fungsi, yaitu pemetaan kualitas pendidikan, sarana masuk ke pendidikan yang lebih tinggi, dan penentu kelulusan. Namun fungsi yang cukup menghebohkan adalah sebagai penentu kelulusan karena melalui UN itulah nasib seseorang murid: lulus atau tidak ditentukan. Dan karena semua sekolah dan Pemkab/Pemkot berharap muridnya lulus seratus persen, maka segala

GURU ASING

OLEH: DARMANINGTYAS AKTIVIS PENDIDIKAN DI TAMANSISWA Keberadaan guru agama asing tiba-tiba menjadi polemik terkait dengan sikap Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri yang melarang orang asing untuk menjadi guru agama di Indonesia. Kementrian Tenaga Kerja pun tengah merevisi Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertran) Nomor 40 Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing. Namun, upaya merevisi Kepmenakertran tersebut memperoleh tentangan dari Kementrian Agama (Kemenag). Menurut Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin, Kemenag termasuk yang paling terdampak oleh revisi tersebut, mengingat ada banyak tenaga asing dari luar untuk mengajar teologi dan guru agama. Kammarudin justru mengkhawatirkan menurunnya kuaitas pengajar agama dari Indonesia sendiri dengan adanya pelarangan tersebut ( Republika , 7/1 2015). Menghadapi tentangan tersebut, Menteri Tenga Kerja pun akhirnya menunda implementasi larangan bangsa asing menjad

CATATAN PENDIDIKAN 2014

OLEH: DARMANINGTYAS, AKTIVIS PENDIDIKAN DARI TAMANSISWA Perjalanan pendidikan nasional 2014 tidak ada yang istimewa karena masih terjebak pada sistem persekolahan, sehingga bicara masalah pendidikan terjebak pada isu-isu kurikulum, guru, buku, sistem evaluasi, anggaran, dan sejenisnya; sehingga persoalan-persoalan pendidikan di luar sistem persekolahan menjadi terabaikan. Padahal, realitas empirisnya, pendidikan berkontribusi sangat signifikan terhadap perubahan sosial dan budaya di masyarakat; dan itu justru pendidikan di luar persekolahan, karena pendidikan di luar persekolahan itulah yang semangat masyarakat. Pendidikan formal justru menjebak pada cara berfikir dan bertindak formalistis dan legalistis. Lahirnya konsep sertifikasi dan standarisasi dalam segala aspek kehidupan, adalah produk anak kandung dari sistem persekolahan. Sistem pendidikan di luar persekolahan mengabaikan aspek formalistic-legalistik, yang utama adalah asas manfaat.