Langsung ke konten utama

AKHIR DRAMA UJIAN NASIONAL

OLEH: DARMANINGTYAS

Ujian Nasional (UN) yang setiap tahun menyita perhatian publik karena penuh dramatik, sebentar lagi tidak menjadi berita media massa karena kurang menarik. Fungsi UN sebagai penentu kelulusan telah dihapuskan oleh Menteri Pedidkan dan Kebudayaan Anies Baswedan. Ini langkah revolusioner yang patut diapresiasi, karena akan membawa suasana baru dalam sistem pendidikan nasional. Paling tidak, murid-murid akan terdorong untuk belajar, bukan karena ada tes (UN), tapi karena belajar itu kebutuhan diri untuk maju.


Akrobat untuk mencari justifikasi UN itu pernah dilakukan oleh Menteri Pendidikan M.Nuh melalui Konvensi UN (2013). Tapi karena yang terlibat dalam konvensi lebih banyak birokrat  pendidikan, maka hasilnya hanya memperkuat sistem yang ada saja, yaitu UN sebagai penentu kelulusan. Dengan kata lain, konvensinya itu hanya bohong-bohongan saja, sehingga tidak membawa perubahan apa-apa terhadap kebijakan UN.

Kehebohan yang sering muncul menjelang pelaksanaan UN adalah murid-murid  harus di karantina di sekolah untuk mendapatkan tambahan pelajaran, mengundang motivator ke sekolah, mengadakan doa bersama di sekolah semalam suntuk, sampai dengan membentuk tim sukses di tingkat sekolah hingga dinas agar tingkat kelulusan tinggi dan nilai UN tinggi. Pada saat pelaksanaan UN biasanya kehebohan terkait dengan adanya kebocoran soal atau kunci jawaban, atau pelibatan polisi, bahkan Dansus 88 dalam mengedrop soal atau pengawasan UN. Sedangkan kehebohan usai pengumuman UN itu muncul ketika ada yang tidak lulus tapi yang bersangkutan sudah dinyatakan lolos masuk PTN terkemuka, merusak sekolah, atau bahkan ada yang sampai bunuh diri. Semua kehebohan itu tidak akan ada lagi mulai tahun 2015 ini setelah Menteri Anies Baswedan memutuskan bahwa fungsi UN hanya untuk pemetaan kualitas saja, tidak terkait dengan kelulusan.

Menteri Anies menyerahkan bahwa kelulusan murid itu menjadi otonomi sekolah. Desain baru UN bukan sekadar menghapus fungsi penentu kelulusan, tapi UN ke depan bisa diulang. Artinya, murid yang ingin menguji kemampuannya melalui UN, setelah belajar, dia bisa mendaftar UN lagi. Pada UN sebagai penentu kelulusan, sekolah-sekolah yang mendapatkan nilai bagus akan mendapatkan reward, erupa tambahan dana pembinaan atau lainnya. Tapi ketika UN untuk pemetaan kualitas, justru sekolah-sekolah yang nilai UN-nya buruk itulah yang perlu mendapatkan perhatian khusus, termasuk tambahan dana, agar pada UN berikutnya bisa baik.

Desain baru UN ini lebih diarahkan untuk memacu murid belajar secara mandiri, bahwa belajar itu sebagai kebutuhan diri, bukan karena akan dites melalui UN. Persis sama halnya dengan tes TOEFL/EILTS yang orang mengikutinya bukan karena kewajiban, melainkan karena kebutuhan untuk melihat skor kemampuan Bahasa Inggris mereka. Mereka yang memiliki skor rendah terdorong untuk belajar lebih giat lagi agar pada tes berikutnya skornya tinggi. Fungsi UN ke depan juga seperti itu, untuk mengukur prestasi belajar murid saja, tidak berdampak pada kelulusan. Namanya bisa saja kelak berubah bukan UN, atau bisa juga tetap UN, tapi fungsinya yang mengalami perubahan mendasar.

Kekhawatiran sebagian orang bahwa penghapusan UN sebagai penentu kelulusan akan memerosotkan mutu pendidikan tidak perlu muncul, asalkan guru mampu menumbuhkan suasana belajar yang kondusif dan terus memberikan dorongan maupun inspirasi kepada murid untuk berprestasi dan berkreasi, bukan karena akan menghadapi UN, tapi untuk kemajuan dirinya sendiri. Finlandia sudah membuktikan hal itu, mereka memiliki sistem pendidikan terbaik  di dunia, bukan lantaran menerapkan UN, tapi karena memiliki guru-guru yang hebat yang mampu mendorong anak-anak untuk belajar lebih banyak meskipun tanpa ada UN. Kecuali itu, kemerosotan mutu pendidikan yang terjadi paska 1970-an bukan semata karena dihapusnya Ujian Negara, melainkan oleh banyak faktor, seperti massalisasi pendidikan untuk meningkatkan angka partisipasi, kualitas guru yang pas-pasan karena dicetak melalui program-program singkat (crass program), politisasi pendidikan untuk mendukung status quo, serta hadirnya televisi di keluarga-keluarga yang menyita waktu belajar. Menyesatkan dan terlalu menyederhanakan masalah bila melihat merosotnya mutu pendidikan paska 1970-an karena dihapusnya Ujian Negara, tanpa melihat faktor-faktor eksternal yang lebih dominan. 

Kesimpulannya, keputusan Menteri Anies Baswedan menghapuskan fungsi UN sebagai penentu kelulusan itu sudah tepat karena dapat mengakhiri drama UN yang muncul setiap tahun, Kualitas pendidikan nasional akan tetap terjaga sejauh Pemerintah mempersiapkan para guru yang handal dan mampu melaksanakan proses belajar mengajar menjadi lebih menarik, aktif, kreatif, dan inovatif, sehingga melahirkan budaya belajar di sekolah maupun masyarakat. Percuma ada UN bila hanya menumbuhkan kecemasan, kekhawatiran, ketakutan, trauma; serta tidak mampu mendorong lahirnya manusia pembelajar.

Komentar

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.