Oleh : Ki Darmaningtyas Setiap warga Indonesia yang pernah bersekolah tentu pernah mendengar nama Ki Hadjar Dewantara dan Tamansiswa. Keduanya disebut dalam buku sejarah pergerakan kemerdekaan yang diajarkan dari bangku SD/MI hingga SMTA. Sebelum mendirikan Tamansiswa, Ki Hadjar Dewantara (KHD) dikenal sebagai tokoh Tiga Serangkai yang bersama Ernest Douwes Dekker dan Dr Tjipto Mangunkusumo mendirikan Indische Partij, organisasi yang menjadi pelopor lahirnya nasionalisme Indonesia. Nama kecil KHD adalah Raden Mas (RM) Soewardi Soerjaningrat. Lahir 2 Mei 1889 dan meninggal 26 April 1959. Tanggal kelahirannya kemudian dijadikan tanggal peringatan Hari Pendidikan Nasional. Soewardi menanggalkan gelar kebangsawanannya dan berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara setelah mendirikan Perguruan Tamansiswa dengan maksud untuk menghilangkan sekat-sekat kultur feodal. Secara genealogi, KHD berasal dari garis Kesultanan Yogyakarta, karena permaisuri Sri Paku Alam III (yang melahirkan ayah KHD) da
Oleh : Darmaningtyas RUU Sisdiknas tak layak disahkan menjadi UU sebab, jika disahkan, justru akan mengantarkan praksis pendidikan menjadi segregatif, komersial, liberalistik, dan etatis. Ini jelas kemunduran! Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang tengah disusun Kemendikbudristek saat ini diharapkan bisa menggantikan keberadaan UU No 20/2003 tentang Sisdiknas, UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti). RUU ini menimbulkan kontroversi saat awal diluncurkan karena menghilangkan banyak tatanan mendasar dalam sistem pendidikan nasional, termasuk tak adanya istilah madrasah. Draf kemudian direvisi dengan memasukkan madrasah, tetapi tak berarti RUU ini sudah sempurna. Mereka yang peduli pada praksis pendidikan di lapangan dapat melihat bahwa RUU Sisdiknas ini mengandung tiga bahaya, yaitu segregatif, liberalistik, dan etatisme. Ketiga hal itu muncul dalam UU Sisdiknas No 20/2003, tetapi telah diuji ma