Langsung ke konten utama

CATATAN PENDIDIKAN 2014

OLEH: DARMANINGTYAS, AKTIVIS PENDIDIKAN DARI TAMANSISWA


Perjalanan pendidikan nasional 2014 tidak ada yang istimewa karena masih terjebak pada sistem persekolahan, sehingga bicara masalah pendidikan terjebak pada isu-isu kurikulum, guru, buku, sistem evaluasi, anggaran, dan sejenisnya; sehingga persoalan-persoalan pendidikan di luar sistem persekolahan menjadi terabaikan. Padahal, realitas empirisnya, pendidikan berkontribusi sangat signifikan terhadap perubahan sosial dan budaya di masyarakat; dan itu justru pendidikan di luar persekolahan, karena pendidikan di luar persekolahan itulah yang semangat masyarakat. Pendidikan formal justru menjebak pada cara berfikir dan bertindak formalistis dan legalistis. Lahirnya konsep sertifikasi dan standarisasi dalam segala aspek kehidupan, adalah produk anak kandung dari sistem persekolahan. Sistem pendidikan di luar persekolahan mengabaikan aspek formalistic-legalistik, yang utama adalah asas manfaat.

Jebakan pada sistem persekolahan itu tercermin pada isu-isu yang mengemuka dalam satu tahun terakhir, 2014 –sebagai kelanjutan dari persoalan-persoalan sebelumnya—yaitu menyangkut masalah-masalah kurikulum, guru, buku, sistem evaluasi, anggaran, dan sejenisnya; yang menyita perhatian publik cukup luas. Sementara lemahnya daya baca masyarakat yang tercermin dari jumlah buku yang dibaca setiap tahunnya, rendahnya produksi buku per tahun, makin menghilangnya budaya lokal, atau semangat menghargai perbedaan, dan sejenisnya hampir tidak pernah menjadi perhatian publik, karena hal itu dianggap bukan persoalan pendidikan. Makna pendidikan memang telah mengalami simplifikasi ke dalam sistem persekolahan, terutama sejak sekolah telah berubah menjadi barang komoditas.
Kebijakan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) memisahkan kelembagaan antara Pendidikan Dasar dan Menengah dengan Pendidikan Tinggi yang kemudian digabungkan dengan Ristek (Riset dan Teknologi) sesungguhnya merupakan persoalan besar, karena akan memiliki implikasi amat luas terhadap konstalasi pendidikan nasional ke depan. Pemisahan tersebut belum tentu mampu mewujudkan dunia pendidikan tinggi yang memiliki keunggulan dalam riset, tapi sebaliknya justru dapat menciptakan kultur akademik yang pragmatis, karena indikator kualitas pendidikan tinggi bukan lagi pada seberapa besar pengaruhnya terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat; melainkan seberapa produktivitasnya dalam riset. Rencana strategis pendidikan tinggi ke depan dirancang untuk lebih banyak memfasilitasi kegiatan riset-riset praktis yang diperlukan oleh sektor industri, bukan untuk pengembangan pemikiran.
Pemisahan kelembagaan juga dapat menimbulkan persoalan di lapangan bila pembuatan kebijakan antara pendidikan dasar dan menengah dengan pendidikan tinggi tidak sinkron. Hal itu mengingat pendidikan merupakan proses berkelanjutan dari tingkat dasar sampai tinggi, yang semestinya tidak boleh terputus. Tapi dengan adanya pemisahan kelembagaan tersebut, potensi untuk tidak sambungnya cukup tinggi. Meskipun demikian, pemisahan kelembagaan pendidikan dasar dan menengah dengan pendidikan tinggi ini kurang mendapat perhatian serius dari publik.
Demikian pula ketika Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan), Pemerintahan Jokowi membubarkan  Dewan Perbukuan Nasional (DPN, 16/11), sebagai salah satu bagian dari 10 lembaga non struktural (LNS) yang dinilai tidak efektif; tidak ada tentangan sama sekali dari pihak manapun. Bahkan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim pada saat itu justru memahaminya dengan alasan peran DPN sudah dijalankan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Padahal, beda sekali karena Puskurbuk hanya fokus mengurusi buku pelajaran dari TK – SMTA saja. Buku pada umumnya tidak ada satu institusi pun yang bertanggung jawab.
Rendahnya respon masyarakat terhadap pembubaran DPN itu menunjukkan bahwa buku tidak dianggap sebagai bagian dari proses pencerdasan bangsa. Padahal, revolusi mental, jargon yang diusung oleh Presiden Jokowi hanya akan mungkin diwujudkan bila masyarakat cerdas. Revoluasi mental itu berarti membongkar kesadaran palsu masyarakat dengan kesadaran kritis, sehingga cara berfikir maupun bertindak masyarakat lebih didasarkan pada pertimbangan rasionalitas, bukan atas dasar pertimbangan formalisme, feodalisme, atau bahkan manipulatif. Dan buku merupakan sarana efektif untuk menumbuhkan cara berfikir yang rasional. Oleh karena itu sungguh merupakan paradok ketika akan melakukan revoluasi mental tapi justru membubarkan DPN, bukan memperkuat kelembagaan dan fungsinya agar efektif.  
Tapi masyarakat begitu heboh ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan memutuskan untuk menunda implementasi Kurikulum 2013 secara nasional dan memilih secara terbatas pada 6.221 sekolah dulu yang sudah mengimplementasikan Kurikulum 2013 tiga semester. Memang dampak sistemiknya berbeda antara penerapan Kurikulum 2013 secara bertahap dengan pembubaran DPN atau penggabungan kelembagaan pendidikan dasar dan menengah dengan pendidikan tinggi, namun dampak jangka panjang sama, yaitu menciptakan kerapuhan tananan sosial kemasyarakatan.
Penyelenggaraan pendidikan nasional ke depan mestinya tidak hanya terfokus pada persekolahan saja, tapi juga pendidikan luar sekolah. Ki Hadjar Dewantara melalui Perguruan Tamansiswa memperkenalkan tripusat pendidikan, yaitu sekolah, masyarakat, dan keluarga. Konsep tersebut masih relevan hingga sampai sekarang untuk dikembangkan. Di Negara-negara maju, peran orang tua (keluarga) semakin menguat. Oleh karena itu, kita berharap, lima tahun ke depan (2015-2019) pendidikan keluarga dan luar sekolah itu memperoleh perhatian serius. Keberadaan Direktoran Jendral Pendidikan Luar Sekolah (PLS) perlu diperkuat, termasuk dalam penganggarannya, bukan sekedar pelengkap dari pendidikan formal. Dengan memperkuat kelembagaan PLS, diharapkan upaya pengembangan pendidikan keluarga, budaya baca, tulis, perbukuan nasional, semangat gotong royong, dan toleransi yang ada di masyarakat; dapat dilakukan oleh direktorat tersebut, tidak seperti sekarang ini tanpa tuan yang jelas.






Komentar

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.