Langsung ke konten utama

Menyemai Toleransi


Tulisan Ki Darmaningtyas, ”Menyemai Benih Kebangsaan Pendidikan Tamansiswa (Kompas, 3/7/2021), sangat menarik bagi saya. Pada subjudul Benih Kebangsaan, diulas gejala yang mulai meluas di berbagai jenjang dan sekolah, termasuk sekolah negeri.

 

Ki Darmaningtyas mengidentifikasi menguatnya kecenderungan eksklusif di sekolah-sekolah. Padahal, Ki Darmaningtyas mengingatkan, sekolah—terutama sekolah negeri—seharusnya inklusif dan menjadi tempat persemaian paham kebangsaan dan toleransi sejak dini.

 

Cara bersalam di awal dan akhir pelajaran, doa yang dibacakan, juga seragam siswa di berbagai sekolah, menjadi salah satu ilustrasi yang diketengahkan Ki Darmaningtyas untuk menggambarkan praksis pendidikan yang mengeksklusi mereka yang berbeda.

 

Alinea penutup tulisan opini tersebut, menurut saya, harus mendapat perhatian serius para pemangku kepentingan pendidikan nasional. ”Sekolah-sekolah negeri yang pada masa lalu menjadi pilihan pertama bagi setiap orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya tanpa adanya hambatan berupa suku, ras, agama, dan golongan, sekarang justru berada dalam darurat intoleransi.”

 

Penutup opini Ki Darmaningtyas itu mengingatkan pada sekolah dasar swasta (1959-1965) di Jakarta Pusat, tempat saya belajar. Muridnya beragam agama, suku, dan ras (keturunan Tionghoa, Arab, juga indo-Belanda). Cermin kemajemukan masyarakat.

 

Ada pula golongan tidak mampu, dengan uang sekolah sesuai kemampuan, bahkan ada yang dibebaskan. Sampai kelas 3, ada beberapa kawan yang berpakaian lusuh dan tanpa alas kaki, tetapi ada juga yang diantar mobil.

 

Dalam keberagaman itulah kami belajar dan bermain. Toleransi dan saling menghargai ditanamkan dan dipupuk melalui berbagai aktivitas. Seingat saya, di sekolah saya tidak ada agama, suku, atau golongan yang diistimewakan walaupun mayoritas. Yang ada adalah kebangsaan dan identitas sebagai anak Indonesia.

 

Zaman berubah. Situasi, kondisi, dan konteks sudah lain. Namun, seperti saya maknai dari artikel Ki Darmaningtyas, jelas dan tegas bahwa sekolah, apalagi sekolah negeri, mengemban tugas utama menyemai dan menguatkan wawasan kebangsaan dan toleransi.

 

EDUARD LUKMAN

Jl Warga RT 014 RW 003, Pejaten Barat, Jakarta 12510

 

 Dimuat di Kompas.id, 13 Juli 2021

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.