Langsung ke konten utama

Peta Jalan Pendidikan Nasional


Ki Darmaningtyas

Pegiat pendidikan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah membuat Peta Jalan Pendidikan 2020-2035. Dalam peta jalan tersebut tergambar secara jelas mimpi-mimpi apa yang diharapkan terjadi dalam praksis pendidikan nasional, baik dari segi akses, kualitas pendidikan, maupun pendanaannya. Sebagai rumusan dari mimpi, tentu ia serba indah dan penuh optimisme. Akhir dari capaian dari peta jalan tersebut adalah terwujudnya masyarakat maju yang kompeten dan sejahtera.


Dari segi akses, pada 2035 nanti angka partisipasi kasar (APK) seluruh jenjang pendidikan dasar dan menengah diharapkan mencapai 100 persen. Kondisi saat ini, APK pada tingkat pendidikan dasar (SD-SMP) sudah mencapai 100 persen lebih. Namun untuk tingkat SMTA baru mencapai 93 persen. Untuk tingkat prasekolah baru 39 persen dan diharapkan akan mencapai 85 persen pada 2035. Adapun untuk pendidikan tinggi pada 2035 nanti diharapkan mencapai 50 persen, dari saat ini yang baru 30 persen. Artinya, kelak, 50 persen penduduk usia 18-23 tahun dapat kuliah. Masalah besar mengenai akses pendidikan saat ini terjadi pada tingkat prasekolah dan pendidikan tinggi. Kedua jenjang tersebut lebih didominasi oleh peran masyarakat daripada peran negara.


Peta Jalan Pendidikan ini penting karena selama ini kita memang tidak memiliki peta jalan yang jelas. Peta ini diharapkan akan menjadi panduan bagi pengembangan sistem pendidikan nasional 15 tahun ke depan dengan harapan dapat dipatuhi oleh semua menteri pendidikan yang akan menjabat. Artinya, menteri-menteri pendidikan yang menjabat sampai 2035 nanti diharapkan tidak membuat kebijakan baru yang dapat mempertahankan stigma "ganti menteri ganti kebijakan", melainkan tetap mengacu pada Peta Jalan Pendidikan ini.


Pembuatan Peta Jalan Pendidikan ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang sedang membuat kerangka pembelajaran untuk membantu negara-negara memikirkan pembangunan kompetensi agar dapat maju dan sejahtera pada 2030. Sejahtera yang dimaksudkan tidak sebatas aspek ekonomis, seperti pekerjaan, pendapatan, dan perumahan, tapi juga kualitas hidup, seperti keseimbangan kerja, pendidikan, keamanan, kesehatan, kepuasan hidup, keterlibatan publik, dan kelestarian lingkungan. Kondisi global yang dialami oleh negara-negara OECD itu juga akan dihadapi oleh bangsa Indonesia, yang mengalami perubahan ekonomi dan perubahan sosial, budaya, dan demografi.


Ada dua faktor besar yang akan mempengaruhi arah pendidikan ke depan. Pertama adalah faktor alami bahwa, sesuai dengan zamannya, perkembangan teknologi yang begitu cepat memerlukan penyesuaian dalam bidang pendidikan. Karena itu, hal yang diperlukan adalah penyesuaian dalam bidang pendidikan agar masyarakat tidak semakin tersingkir. Faktor kedua adalah pandemi Covid-19 yang melanda dunia, sehingga menuntut adanya perubahan perilaku masyarakat atau kebiasaan hidup sehari-hari yang juga perlu dijawab oleh sistem pendidikan. Kedua faktor tersebut saat ini sama-sama kuat pengaruhnya, sehingga keduanya perlu menjadi dasar penyusunan arah sistem pendidikan nasional.


Pada 2035, diperkirakan terjadi pergeseran jenis pekerjaan sebagai konsekuensi logis dari penggunaan teknologi. Di sektor pertanian dan pertambangan, diperkirakan ada 3,5 juta pekerja yang tergantikan, tapi 1,8 juta pekerjaan baru tercipta. Pekerjaan di sektor grosir dan retail yang tergantikan mencapai 1,6 juta, tapi akan muncul 2,3 juta pekerjaan baru. Adapun pekerja sektor industri yang akan tergantikan mencapai 1,5 juta dan bakal muncul 1,4 juta pekerjaan baru. Diperkirakan 10 persen pekerjaan yang tergantikan itu meliputi operator mesin, pekerja keterampilan dasar, dan pekerja pertanian terampil. Adapun 62 peran pekerjaan baru yang akan tercipta tersebut meliputi bidang konstruksi, transportasi/pariwisata, dan retail.


Guna menghadapi pergeseran jenis pekerjaan baru itulah diperlukan adanya manusia-manusia terpelajar, luhur, adaptif, dan kolaboratif untuk mencapai target pembangunan 2045. Dengan demikian, isi pendidikan dan strategi pembelajaran juga mengalami pergeseran. Dari yang selama ini lebih menekankan pada hafalan (tidak sepenuhnya kognitif) menjadi pemecahan masalah dan kolaborasi. Karena itu, proses pendidikan yang mengarah pada penumbuhan sikap kolaboratif dan inovatif menjadi amat penting.


Jawa Sentris

Kehadiran Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 ini patut diapresiasi karena dapat menjadi acuan pengembangan pendidikan nasional sampai 2035 guna mendukung pembangunan 2045. Meski demikian, ada catatan yang dapat diberikan, yaitu rancangannya yang terlalu berpusat ke Jawa. Asumsi-asumsi yang mendasarinya adalah asumsi-asumsi yang ada di Jawa. Sedangkan Indonesia ini amat luas wilayahnya dan beragam kondisi geografi maupun infrastrukturnya. Untuk wilayah Jawa, masalah akses pendidikan dari pra-sekolah sampai pendidikan tinggi mungkin dapat terwujud sesuai dengan target. Demikian pula kualitas pendidikan akan dapat ditingkatkan karena infrastruktur transportasi, listrik, dan telekomunikasinya cukup memadai guna menopang proses pembelajaran secara maksimal.


Namun, untuk wilayah luar Jawa, terlebih daerah-daerah kepulauan kecil, tertinggal, terbelakang, dan terluar, masalah akses pendidikan masih akan menjadi isu besar sampai 2035. Hal itu tidak terlepas dari strategi pembangunan infrastruktur yang masih berpusat ke Jawa. Pembangunan infrastruktur transportasi, listrik, dan telekomunikasi ini erat kaitannya dengan akses dan kualitas pendidikan, mengingat guru pegawai negeri sipil umumnya hanya bersedia ditempatkan di daerah-daerah yang sudah memiliki jaringan infrastruktur transportasi, listrik, dan telekomunikasi yang baik. Akibatnya, di daerah-daerah kepulauan yang pembangunan infrastruktur fisiknya tertinggal, pendidikan mereka juga akan tertinggal. Meskipun visi dan misi Presiden Jokowi adalah membangun Indonesia, realitasnya masih berpusat ke Jawa.


Mengingat asumsi-asumsi yang dibangun berdasarkan kondisi Jawa saat ini, bila Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 tersebut diterapkan secara utuh untuk pendidikan nasional, boleh jadi malah menjadi jalan sesat bagi pengembangan pendidikan nasional. Untuk pendidikan di Jawa, perkotaan, dan kelas menengah, mungkin itu merupakan peta jalan yang tepat, namun untuk daerah-daerah di luar Jawa, terutama daerah tertinggal, terbelakang, dan terluar, dapat menjadi jalan sesat karena dari segi akses pun mereka masih mengalami kendala fisik (bangunan sekolah yang tidak memadai, jalan ke sekolah tidak berkeselamatan, dan tidak tersedia guru yang cukup). Apalagi substansi pendidikan dan model pembelajarannya, yang mengarah pada pemecahan masalah, kolaboratif, dan inovasi, masih jauh dari jangkauan mereka.


Langkah Kementerian Pendidikan membuat peta jalan ini sudah tepat, namun agar dapat diterapkan secara nasional, setidaknya diperlukan 2-4 skenario pengembangan pendidikan, antara wilayah Jawa, luar Jawa perkotaan, dan daerah-daerah kepulauan. Bukan skenario tunggal seperti yang ditawarkan dalam peta tersebut. Kalau hanya satu skenario dan basis asumsinya Jawa, pastilah ia akan menjadi jalan sesat bagi pendidikan di luar Jawa, terutama di daerah-daerah kepulauan, tertinggal, terbelakang, dan terluar.



Dimuat di, Koran Tempo 19 Januari 2020


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.