Langsung ke konten utama

JALAN SATU ARAH ITU MENYULITKAN WARGA DAN MEMATIKAN BISNIS


Melalui twitter saya melihat video seorang warga Yogya memprotes kebijakan satu arah yang dilaksanakan di Kota Yogyakarta yang konon akan meliputi 11 ruas jalan. Ijinkan saya sebagai warga awam memberikan komentar atas kebijakan yang sekarang sedang diujicobakan tersebut.  


Setelah membaca hasil kajian yang saya terima terhadap rencana penerapan kebijakan satu arah untuk mendukung kebijakan Malioboro menjadi bebas kendaraan bermotor, ijinkan saya memberikan tanggapan sebagai berikut:



  1. Bila Jl Abubakar Ali dan Pasar Kembang satu arah ke barat, dan Jl Bhayangkara satu arah ke utara, lha orang-orang yang turun dari Stasiun Tugu akan pulang ke arah Gondomanan, Pojok Beteng, Gedong Kuning, dsb. harus lewat mana? 
  2. Sekadar mengingatkan saja, dulu Jl. Pasar Kembang  satu arah ke timur, lalu masuk ke Malioboro. Bagi mereka yang mau ke arah utara sebelum Malioboro Mall ke kiri masuk ke Jl. Mataram. Sedangkan Jalan Abu Bakar Ali satu arah ke barat, masuk Malioboro. 
  3. Pada tahun 2003 saat mau pembenahan Malioboro yang kita dorong murni pedestrian, dengan konsultan UST/Pustral yang saat itu dimotori oleh Dr. Heru Sutomo dan Dr. Danang Parikesit, diubah Jl Pasar Kembang maupun Abu Bakar Ali dibuat dua arah dengan tujuan mengurangi beban Malioboro. Karena mereka yang dari arah Pasar Kembang akan ke Bulaksumur misalnya, tidak perlu masuk Malioboro. Bila sekarang kedua jalan tersebut akan dibuat satu arah lagi kea rah barat,  dengan kebalikannya sebelum 2003 apa malah tidak mundur, karena semakin mempersulit akses masyarakat melakukan mobilitas, seperti sebelum tahun 2003 lalu. 
  4. Di Surabaya Jl Dharmawangsa depan RSU Dr. Soetomo dulu sampai dekade 1990-an saat saya di Surabaya satu arah juga, dan atas rekomendasinya Bank Dunia lewat studinya dibuat dua arah. Tapi ini Yogya justru malah mau buat satu arah lebih banyak. Justru kalau Malioboro dibuat bebas kendaraan bermotor, maka jalan-jalan di kanan-kiri harus dibuat dua arah, bukan sebaliknya.  
  5. Sepemahaman saya sebagai orang awam, bukan yg tahu pemodelan, software Vissim 10 ini hanya alat bantu saja untuk melakukan pemodelan, tapi tingkat akurasinya amat ditentukan oleh bagaimana behavior masyarakat sekitarnya. Saya khawatir rekayasa lalin yang hanya mendasarkan pada alat bantu, tidak melihat lapangannya, akan menyulitkan masyarakat akhirnya nanti dipisubi oleh masyarakat dan bisa mematikan ekonomi kerakyatan karena faktanya di lapangan (bukan teori) jalan-jalan yang dibuat satu arah itu kegiatan ekonominya mati, terutama sisi kanannya.


Darmaningtyas, Ketua INSTRAN (Institut Studi Transprtasi) di Jakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.