Langsung ke konten utama

MUDIK LEBARAN TIDAK HANYA DI JAWA SAJA

Oleh : DARMANINGTYAS

Penyelenggaraan angkutan mudik Lebaran mesti sudah berpuluh tahun tetapi selalu memiliki tantangan dan solusi baru. Pada musim mudik Lebaran 2019 masyarakat Jawa semula berharap akan memperoleh kelancaran saat mudik maupun arus balik lantaran pembangunan Tol Trans Jawa dari Merak sampai Probolinggo (Jawa Timur) sudah tersambung. Harapan masyarakat tinggi, bahwa perjalanan dari Jakarta menuju ke daerah Jawa Tengah dan Timur, maupun arah Lampung akan lancar, sehingga tidak akan mencapai berpuluh jam seperti masa lalu.


Namun entah mengapa sempat muncul kegamangan tentang kelancaran arus mudik/arus balik melalui Tol Trans Jawa sehingga sempat muncul gagasan dari Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi untuk menerapkan kebijakan ganjil genap di jalan tol pada saat mudik/arus balik Lebaran 2019. Menurut hasil kajian yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan, diketahui bahwa puncak mudik Lebaran akan terjadi pada Hari Jumat - Minggu (31 Mei - 2 Juni) dengan perkiraan waktu berangkat favorit jam 06.00-08.00, sedangkan Arus Puncak Balik akan terjadi pada Hari Sabtu - Senin (8-10 Juni).

Guna mendistribusikan arus mudik dan balik agar lancar, maka diusulkan dapat diterapkan pembatasan kendaraan melalui Sistem Ganjil Genappada masa puncak mudik pada ruas Jalan Tol Jakarta - Cikampek dengan opsi sebagai berikut: 1). Kamis- Jumat, 30-31 Mei (04.00-12.00), 2). Jumat, 31 Mei dan minggu, 2 Juni (04.00-12.00), 3. Jumat-Sabtu, 31 Mei-1 Juni (04.00-12.00), 4). Sabtu-minggu, 1 - 2 Juni (04.00-12.00). Sedangkan pada masa puncak balik pada Sabtu-Minggu, 8 - 9 Juni (09.00-17.00) pada ruas Jalan Tol Cikampek – Jakarta.

Namun gagasan penerapan sistem ganjil genap tersebut urung dilaksanakan karena setelah dibahas bersama-sama antara Kemenhub, Korlantas Polri, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT),  dan Dirut Jasa Marga (6 Mei), disepakati bahwa sistem ganjil genap tampaknya susah diimplementasikan di lapangan dan akan diterapkan sistem satu arah (one way). Penerapan ganjil genap akan mengalami banyak kendala di lapangan terutama untuk penegakkan hukumnya. Bayangkan bila polisi melihat ada kendaraan yang berplat nomer genap pada tanggal ganjil, bagaimana solusinya? Apabila akan ditilang, itu akan membuat kemacetan panjang di belakangnya, namun kalau tidak ditilang itu jelas pelanggaran.

Masalah lain yang lebih krusial adalah terkait dengan azas keadilan, karena liburnya sama, tapi sebagian memperoleh prioritas untuk melewati jalan tol, sedangkan sebagian yang lain harus menyusuri jalan nasional yang belum tentu bagus. Sistem ganjil genap memang cocok diterapkan untuk pola perjalanan harian (regular), namun tidak cocok untuk diterapkan dalam pola perjalanan insidental, seperti mudik Lebaran atau Nataru (Natal dan Tahun Baru).

Usulan Korlantas Polri untuk menerapkan system satu arah didasarkan pada pengalaman melaksanakan kebijakan satu arah (one way) pada musim mudik Lebaran 2018 lalu. Pada saat itu arus mudik dan arus balik memang lancar, meski tidak dapat dipungkiri bahwa arah sebaliknya mengalami ketersendatan selama berjam-jam. Artinya, pada saat arus mudik, perjalanan menuju ke arah Jakarta tersendat, dan sebaliknya pada saat arus balik, perjalanan ke luar Jakarta terhambat, bahkan jarak Jakarta – Bekasi bisa mencapai enam jam pada saat arus balik.

Lebih Mudah

Menurut Corporate Communication Departmen Head PT Jasa Marga (Pesero) Irra Susiyanti kepada media (17/5/2019), sistem one way ini rencananya akan diberlakukan dari Km 29 Jalan Tol Jakarta – Cikampek hingga Km 262 (Brebes Barat), pada saat arus mudik dari tanggal 30 Mei hingga 2 Juni 2019.

Prinsipnya, one way arus mudik dan arus balik lebih mudah praktis diterapkan untuk angkutan Lebaran dibandingkan dengan ganjil genap. One way tanpa perlu pengawasan yang ketat, yang penting sosialisasi kepada publik dan penjagaan di pintu masuk agar tidak masuk kendaraan yang melawan arus, sebab kalau sampai ada kendaraan lawan arus, dapat menimbulkan kecelakaan beruntun. Sosialisasi kebijakan one way harus massif agar mereka yang akan melakukan perjalanan melawan arus sudah dapat merencanakan perjalanan sejak awal dan memilih jalur alternative.

Meskipun one way itu lebih mudah dan lebih praktis dilaksanakan, sebaiknya tidak semua lajur Tol Trans Jawa diperuntukkan bagi kendaraan pribadi. Saat ini, masing-masing jalur tol itu memiliki tiga  lajur atau total ada enam lajur. Kalau kesemuanya diperuntukkan bagi kendaraan pribadi tentu sangat kurang bijak, karena sama saja memanjakan mobil pribadi. Sebaiknya satu lajur  arah Jakarta pada saat mudik dan satu lajur arah timur saat arus balik diperuntukkan bagi angkutan umum (bus dan mobil barang yang diperbolehkan beroperasi saat musim Lebaran), serta angkutan darurat (ambulan maupun pemadam kebakaran).

Bus umum perlu diberi prioritas agar tidak mengalami keterlambatan, mengingat kehadiran mereka juga ditunggu oleh penumpang di Jakarta yang akan melaksanakan mudik ke arah Jateng, Jatim, dan lainnya. Kalau bus-bus umum ini harus melewati jalan nasional yang belum tentu bagus, perjalanan mereka ke arah Jakarta (saat arus mudik) akan terlambat dan tidak memberikan kepastian keberangkatan penumpang bus yang akan melaksanakan mudik Lebaran. Demikian pula saat arus balik bila mereka harus melewati jalan nasional, maka usaha menjemput pemudik untuk balik ke Jabodetabek juga akan mengalami keterlambatan. Sungguh sangat tidak adil bila enam lajur Tol Trans Jawa diperuntukkan memanjakan para pengendara mobil pribadi saja. Mindset penyelenggara Negara maupun pengelola jalan tol perlu diubah, bahwa penumpang angkutan umum semestinya mendapat prioritas pertama, karena mereka hemat ruang dan hemat energy; bukan justru dianak-tirikan dengan melalui jalan nasional (yang belum tentu bagus), sementara jalan tol hanya untuk pengendara mobil pribadi. Kalau angkutan umum dipersilahkan lewat jalan nasional, sama saja Pemerintah tidak berpihak pada nasib pengguna angkutan umum. Jadi, saya mendukung sistem one way untuk arus mudik, tapi jangan korbankan angkutan umum (penumpang maupun barang).

Kecuali itu, dari segi waktu perlu dikaji kembali. Bila tanggal 1 Juni semua pegawai negeri (ASN) wajib mengikuti upacara Lahirnya Pancasila, berarti penerapan sistem one way mulai tanggal 30 Mei kurang tepat, mengingat yang akan mudik secara serentak itu mayoritas adalah keluarga ASN. Pegawai swasta umumnya sangat tergantung pada kebijakan perusahaan masing-masing, sehingga belum tentu dapat serentak. Tapi ASN akan serentak mudik tanggal 1 Juni usai mengikuti upacara lahirnya Pancasila.

Bukan Hanya Jawa

Pemerintah semestinya tidak perlu gamang dalam penyelenggaraan mudik Lebaran di Jawa mengingat infrastruktur di Jawa sudah bagus, serahkan kepada masyarakat untuk mengatur perjalanan mereka masing-masing. Yang perlu memperoleh perhatian besar mestinya justru pemudik yang ke arah luar Jawa, utamanya Sumatra dan NTB yang jalurnya memungkinkan ditempuh melalui darat dari arah Jabodetabek. Dengan masih tingginya tiket pesawat sampai saat ini, banyak pemudik arah Sumatra (Lampung, Sumatra Selatan, Jambi, Padang, dan Riau), serta sebagian ke Lombok memilih membawa mobil sendiri. Di sisi lain, tingkat keamanan perjalanan di wilayah Sumatra cukup rawan dan jalannya sempit, tidak sebagus di Jawa. Di wilayah Sumatra ini selain banyak ruas jalan yang rawan kecelakaan, juga berpotensi terkena gangguan karena bukit-bukit di atasnya longsor. Antisipasi mengawal perjalanan arus mudik/balik dari/ke Sumatra ini tidak kalah pentingnya daripada memikirkan arus mudik/balik di Jawa. Mindset-nya Pemerintah perlu diubah bahwa yang mudik tidak hanya di Jawa saja, tapi juga di luar Jawa, sehingga mereka perlu memperoleh perhatian besar pula.

Sedangkan yang di luar wilayah Sumatra, yang menjadi problem adalah angkutan laut dan sungai yang mengalami keterbatasan kuantitas maupun kualitas. Sampai hari ini misalnya, angkutan laut dari Pelabuhan Kalianget ke Masalembu (Madura) belum terpecahkan. Aspek keselamatan angkutan laut dan sungai ini sering terabaikan, akibat keterbatasan sarana. Pemerintah semestinya lebih fokus memperhatikan arus mudik/balik ke/dari luar Jawa atau yang di luar Jawa ini.  



Darmaningtyas, Ketua Instran (Institut Studi Transportasi) di Jakarta


Dimuat di Detik.com, Kamis 30 Mei 2019

https://news.detik.com/kolom/4570812/mudik-lebaran-tak-hanya-di-jawa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.