Langsung ke konten utama

Kewajiban mobil bergarasi

Oleh : Darmaningtyas

Selama dua minggu awal September ini saya banyak melayani wawancara wartawan yang bertanya mengenai peraturan Pemprov DKI Jakarta tentang keharusan pemilik mobil untuk memiliki garasi.


Bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki garasi? Apakah kebijakan tersebut tidak melanggar hak asasi warga? Apakah ini artinya lahan parkir di DKI Jakarta sudah tidak mencukupi lagi? Demikian antara lain pertanyaan yang diajukan pada saya.

Sebetulnya aturan bahwa setiap pemilik mobil wajib memiliki garasi itu bukan peraturan baru yang tiba-tiba muncul di masa akhir kepemimpinan Basuki Tjahja Purnama (Ahok), yang dilanjutkan oleh Djarot Syaiful Hidayat.

Peraturan itu tertuang dalam Perda No.5 Tahun 2014 tentang Transportasi. Hanya saja, karena Perda tersebut tidak pernah disosialisasikan, maka isi Perda No. 5/2014 itu tidak pernah diketahui oleh publik, termasuk aparat kelurahan setempat.

Selama masa pemerintahan Ahok, semua program sosialisasi dan kajian dicoret karena dianggap tidak berguna. Perda tersebut termasuk pertauran yang tidak pernah disosialisasikan. Barangkali karena sudah buntu mencari solusi kemacetan, maka amanat Perda No. 5/2014 tersebut diangkat kembali sekarang.

Hal lain yang menyebabkan Perda tersebut tidak tersosialisasikan adalah ketidakpedulian banyak aparat kelurahan terhadap kondisi wilayahnya. Masih banyak lurah yang mengikuti pola kerja lama: setiap hari berada di ruangan kantor saja, tidak blusukan ke kampung-kampung untuk memetakan permasalahan di wilayahnya.

Bila para lurah itu mau blusukan dan menemukan banyak kendaraan di parkir di jalan, tentu mereka akan mencari jalan keluarnya dan bertanya kepada Dinas Perhubungan: adakah regulasi yang mengatur masalah jalan yang dijadikan garasi?

Peraturan lengkap mengenai kewajiban mobil bergarasi itu terdapat dalam pasal 140 yang menyebutkan:

1. Setiap orang atau Badan Usaha pemilik Kendaraan Bermotor wajib memiliki atau menguasai garasi
2. Setiap orang atau Badan Usaha pemilik Kendaraan Bermotor dilarang menyimpan Kendaraan Bermotor di ruang milik Jalan
3. Setiap orang atau Badan Usaha yang akan membeli Kendaraan Bermotor wajib memiliki atau menguasai garasi untuk menyimpan kendaraannya yang dibuktikan dengan surat bukti kepemilikan garasi dari kelurahan setempat
4. Surat bukti kepemilikan garasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi syarat penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor,
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai kepemilikan Kendaraan Bermotor diatur dengan Peraturan Gubernur.

Sebagai orang yang terlibat dalam proses penyusunan naskah Perda tersebut, saya ingat bahwa nuansa kebatinan yang muncul pada saat merumuskan pasal 140 itu adalah keprihatinan kita terhadap perilaku masyarakat Jakarta yang kurang memperhitungkan kepentingan publik.

Banyak warga Jakarta yang tidak memiliki lahan parkir tapi memiliki mobil, bahkan lebih dari satu unit. Akibatnya, mobil tersebut diparkir di badan jalan yang kemudian menimbulkan kemacetan di sekitarnya.

Fenomena tersebut bukan kasusistik, tapi meluas di seluruh wilayah DKI Jakarta. Bahkan kendaraan umum seperti Metromini, Kopaja, mikrolet, dan KWK pun disimpan di badan jalan sehingga mengurangi kapasitas jalan.

Tujuan dari perumusan pasal 140 Perda No.5 Tahun 2014 tersebut adalah sebagai media edukasi publik, baik kepada warga DKI Jakarta maupun kepada aparat pemerintahan di Pemprov DKI Jakarta. Setiap akan bertindak, masyarakat diharapkan berpikir realistis dan mempertimbangkan kepentingan umum. Bila tidak memiliki lahan garasi, sebaiknya tidak membeli mobil sehingga tidak memarkir mobilnya di badan jalan.

Aparat pemerintah, terutama pada tingkat kelurahan, diharapkan peka terhadap permasalahan yang ada di sekitarnya. Kalau ada kendaraan diparkir di badan jalan dan mengganggu kelancaran lalu lintas, semestinya aparat kelurahan mencari pemiliknya dan meminta memindahkannya dari badan jalan.

Aturan dalam pasal 140 Perda No. 5/2014 tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan hak asasi seseorang untuk memiliki mobil pribadi. Bila mempunyai uang, sila membeli mobil sebanyak-banyaknya asalkan mobil anda tidak disimpan di badan jalan. Kalau anda membeli mobil tapi diparkir di badan jalan, justru itulah yang mengganggu hak asasi warga dalam bermobilitas.

Kewajiban memiliki garasi sebagai syarat untuk membeli mobil hanyalah salah satu insrumen saja dalam pengaturan lalu lintas (traffic demand management/TDM). Instrumen ini tidak akan ampuh bila tidak didukung dengan instrument lain, seperti pembatasan operasional kendaraan, menaikkan tarif parkir di pusat kota, atau pengenaan pajak progresif untuk pembelian mobil kedua dan seterusnya. Dalam transpotasi tidak pernah ada solusi tunggal (single solution); selalu memerlukan multi solutions.

Meskipun hanya salah satu instrumen saja, tapi tetap penting mengingat pertumbuhan kendaraan di DKI Jakarta cukup tinggi. Data Polda Metro Jaya memperlihatkan jumlah mobil 1.919.891 unit pada 2011 meningkat menjadi 2.559.388 unit pada akhir 2016.

Rata-rata setiap tahun mobil bertambah 127.899 unit. Sedangkan sepeda motor tumbuh dari 5.313.955 unit pada 2011 menjadi 7.438.432 unit pada akhir 2016. Rata-rata motor bertambah 424.887 unit setiap tahunnya.

Di sisi lain, luas lahan di Jakarta tidak bertambah. Otomatis hal itu menimbulkan persoalan kebutuhan lahan parkir yang selalu kurang. Apabila kewajiban memiliki garasi bagi pemilik mobil ini ditegakkan, maka hal itu dapat menjadi instrumen bagi pengendalian pertumbuhan mobil pribadi di DKI Jakarta.

Kontrol dari pelaksanaan pasal 140 Perda No. 5/2014 tersebut bukan berada di Dinas Perhubungan (Dishub) atau polisi lalu lintas, melainkan ada pada lurah setempat. Lurah-lah yang mengetahui kondisi wilayah masing-masing. Bahkan bukti surat kepemilikan garasi pun dikeluarkan oleh lurah, bukan Dishub atau polisi.

Yang dimaksud dengan kepemilikan garasi pun bukan berarti harus di rumah sendiri; bisa juga menyewa di lahan-lahan kosong. Yang terpenting, ada bukti tertulis dan ketika dicek di lapangan sesuai dengan yang tertulis. Jika yang terjadi di lapangan tidak sesuai yang tertulis dalam surat rekomendasi, maka yang terkena sanksi adalah lurah yang mengeluarkan surat rekomendasi.

Aturan ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan ketersediaan lahan parkir yang sering ditanyakan oleh wartawan. Aturan ini lebih ditujukan kepada rumah tangga yang akan membeli mobil. Sedangkan ketersediaan lahan parkir itu lebih ditujukan untuk kepentingan publik.

Aturan mobil wajib bergarasi itu juga tidak mengada-ada. Negara tetangga seperti Singapura pun menerapkan aturan yang sama, bahkan lebih ketat lagi. Itu sebabnya anak muda Singapura memilih tinggal di negara lain--seperti di Australia atau AS--yang memungkinkan mereka dapat membeli mobil lebih mudah.

Darmaningtyas, ketua INSTRAN (Inisiatif Strategis untuk Transportasi), LSM yang focus untuk kampanye angkutan umum, kembali ke sepeda, dan pejalan kaki.

Dimuat di Beritagar.id, Sabtu 16 September 2017

https://beritagar.id/artikel/telatah/kewajiban-mobil-bergarasi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.