Oleh : DARMANINGTYAS
Bus antarkota antarprovinsi (AKAP) terutama jurusan dari Jakarta ke kota-kota lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sampai dekade 1990-an menjadi angkutan yang diperebutkan pada saat musim mudik Lebaran. Namun peran Bus AKAP dalam musim mudik Lebaran maupun liburan lainnya itu semakin surut seiring dengan membanjirnya sepeda motor di masyarakat, dan kemudian dijadikan sebagai moda angkutan saat mudik Lebaran. Kondisi Bus AKAP sekarang menggenaskan: mati enggan hidup pun tidak mau.
Fenomena mudik menggunakan sepeda motor mulai tumbuh 1996, sebagai respon terhadap sulitnya mendpatkan tiket Bus AKAP dan tarif Bus AKAP pun sulit diprediksi karena awak bus suka memungut tarif yang tinggi, sementara pelayanannya buruk. Mudik menggunakan sepeda motor ini dipelopori oleh para pengojek di Jakarta. Perjalanan mereka yang lancar dan hemat biaya itu kemudian tertular dari mulut ke mulut sehingga setiap tahun peminatnya selalu meningkat. Saat ini mudik dengan menggunakan sepeda motor bukan hanya dilakukan oleh para pengojek saja, tapi oleh semua lapisan masyarakat. Bahkan mereka yang bermobil pun ada memilih moda sepeda motor dengan alasan kelancaran. Jumlah pemudik dengan menggunakan sepeda motor terus naik setiap tahunnya. Pada tahun 2017 jumlah pemudik dengan menggunakan motor naik 18,18% atau total 6,07 juta dari tahun 2016 sebanyak 5,14 juta.
Namun efek dari meningkatnya jumlah pemudik dengan menggunakan motor itu dirasakan langsung oleh operator Bus AKAP. Seiring dengan meningkatnya jumlah pemudik dengan sepeda motor, jumlah pengguna Bus AKAP justru semakin menurun, tingkat penurunannya mencapai 2,11% dari 4,42 juta pada tahun 2016 menjadi 4,32 juta pada mudik Lebaran 2017 ini. Dengan kata lain, Bus AKAP itu yang memulai (mendorong secara tidak langsung) masyarakat mudik menggunakan sepeda motor, namun mereka pula yang akhirnya merasakan dampak langsungnya.
Meningkatnya jumlah pemudik menggunakan sepeda motor di satu sisi dan di sisi lain menurunnya jumlah pemudik yang menggunakan Bus AKAP sungguh tidak menguntungkan masyarakat maupun operator Bus AKAP, karena masyarakat harus membayar ongkos mahal berupa tingginya kecelakaan yang melibatkan pemudik sepeda motor, sementara Bus AKAP menderita kerugian karena penumpangnya tidak pernah penuh, sehingga masa Lebaran bukanlah masa panen bagi mereka.
Berdasarkan pengalaman mudik dan arus balik menggunakan angkutan darat, penulis menyaksikan langsung tidak semua Bus AKAP yang dari Jakarta mengarah ke Jawa Tengah dan Jawa Timur (saat mudik) dijejali penumpang, sementara yang mengarah balik ke Jakarta kosong mlompong. Demikian pula ketika arus balik, tidak semua Bus AKAP yang menuju Jakarta dijejali penumpang, sementara yang mengarah ke Jawa Tengah dan Jawa Timur kosong mlompong. Ini artinya operator Bus AKAP harus menanggung biaya operasional untuk dua kali perjalanan (pergi pulang/PP), sementara yang berisi hanya satu kali saja, yaitu saat mudik yang mengarah ke timur, dan saat arus balik yang mengarah ke Jakarta. Dengan kondisi muatan yang seperti itu, jelas berat bagi opertor Bus AKAP untuk dapat menjaga kelangsungan bisnisnya dengan memenuhi standar pelayanan minimum (SPM).
Beli Layanan
Membiarkan nasib Bus AKAP semakin tidak jelas, dan terpuruk pada saat musim mudik/arus balik Lebaran, di sisi lain jumlah pemudik yang menggunakan motor meningkat, selain kurang bijak, juga menjadi bencana besar bagi bangsa Indonesia, karena sama saja membiarkan anak bangsa terpuruk ekonomi maupun keselamaatanya. Oleh karena itulah perlu ada tindakan revolusioner dari Pemerintah untuk menyelamatkan Bus AKAP dari kebangkrutan dan sekaligus strategi jitu untuk mengurangi jumlah pemudik yang menggunakan sepeda motor secara signifikan. Tindakan revolusioner itu adalah berupa membeli layanan Bus AKAP pada saat musim liburan panjang, seperti mudik Lebaran, tahun baru, dan libur panjang lainnya. Tanpa ada tindakan revolusioner, susah berharap Bus AKAP dapat survive selamanya dan mampu memberikan layanan prima kepada penumpang terutama pada musim mudik Lebaran.
Bentuk pembelian layanan yang dilakukan oleh Pemerintah itu adalah dengan memberikan subsidi operasional Bus AKAP. Tidak seluruh biaya operasional Bus AKAP dibeli oleh pemerintah, tapi hanya yang tidak ter-cover oleh penumpang saja, misalnya tuslah (penyesuaian tarif) dan operasional bus saat kembali kosong. Dengan adanya subsidi Pemerintah berupa pembayaran tuslah, maka masyarakat dapat mudik menggunakan Bus AKAP namun dengan tarif yang terjangkau, yaitu tarif reguler. Tarif tambahan masa Lebaran (tuslah) dipikul oleh Pemerintah. Demikian pula biaya operasional Bus AKAP pada saat bus kosong karena melawan arus (arah Jakarta pada saat mudik dan arah Jateng/Jatim saat arus balik) ditanggung oleh Pemerintah selama masa mudik Lebaran, yaitu dari H-7 hingga H+7.
Membeli layanan Bus AKAP selama masa mudik Lebaran tidak berarti Pemerintah mensubsidi operator (swasta), melainkan mensubsidi warganya dalam mendapatkan pelayanan transportasi umum yang layak, selamat, dan terjangkau untuk mudik/arus balik. Itu sama saja dengan menyelenggarakan Program Mudik Gratis. Tarif bus mudik gratis selalu dihitung untuk dua kali perjalanan (pergi pulang/PP), sebab jika tidak demikian, tidak ada operator yang mau mengangkutnya. Bedanya, kalau mudik gratis yang diselenggarakan oleh Pemerintah, semua biaya operasional (PP) ditanggung oleh Pemerintah, sedangkan program penyelematan Bus AKAP itu hanya sebagian saja yang ditanggung oleh Pemerintah, yaitu tuslah dan saat bus kembali kosong saja. Dengan membeli layanan Bus AKAP selama masa mudik Lebaran, Pemerintah memiliki otoritas melarang warganya mudik menggunakan sepeda motor. Selama ini Pemerintah selalu menghimbau agar tidak mudik menggunakan motor, namun karena tidak memberikan solusi kongkrit, maka himbauannya tidak bertuah. Kapasitas angkut mudik gratis yang ada tidak mencapai lima persen dari total pemudik dengan motor. Dengan membeli layanan Bus AKAP secara otomatis akan meningkatkan kapasitas mudik gratis, sehingga dapat mengurangi pemudik dengan motor secara signifikan.
Bagi Pemerintah, dengan membeli layanan Bus AKAP dapat menjadi ajang pembinaan kepada operator, karena hanya kendaraan yang memenuhi SPM saja yang layanannya dapat dibeli oleh Pemerintah, sehingga secara otomatis akan meningkatkan layanan, termasuk menjaga kelaikan kendaraan. Jika bus umumnya bagus dan tarifnya terjangkau, tentu masyarakat akan meninggalkan motornya dan mudik dengan bus umum. Terlebih bila bus umumnya diberi prioritas saat berada di jalan tol, tentu Bus AKAP akan meenjadi pilihan favorit warga ekonomi menengah ke bawah untuk mudik, sehingga tingkat fatalitas kecelakaan saat mudik dapat ditekan. Membeli layanan Bus AKAP untuk angkutan mudik adalah upaya memberikan bantuan yang tepat sasaran, mengingat pengguna Bus AKAP berasal dari lapisan ekonomi menengah ke bawah, sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi tentang siapa yang diuntungkan dari subsidi Pemerintah tersebut. Jika setiap tahun Bus AKAP dijadikan sebagai moda angkutan mudik Lebaran, maka itu akan menolong penyelamatan bisnis transportasi jarak jauh, sehingga dapat mengurangi penggunaan BBM.**
Darmaningtyas, Ketua Bidang Advokasi MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia) dan Ketua INSTRAN (Inisiatif Strategis untuk Transportasi) di Jakarta
Komentar
Posting Komentar