Langsung ke konten utama

TRANSPORTASI MENYAMBUT PEMUDIK WISATAWAN

Oleh : Darmaningtyas
 
“Bung, kalau mau ke Parangtritis itu sebaiknya turun di stasiun mana ya?”
“Stasiun Tugu atau Lempuyangan, sama saja”, jawab saya.
“Terus naik apa dari stasiun ke Parangtritis?”.
“Naik taxi!”, jawab saya
“Wah, kalau taxi kan mahal, memang tidak ada angkutan umumnya ya?”
“Setahuku sih tidak. Dulu ada Bus Jatayu dari Terminal Umbulharjo, tapi sekarang tidak tahu”.


     Itulah percakapan WA kami (saya dan kawan), ketika kawan saya (14/6) lalu tanya tentang jalur ke Pantai Parangtritis, Bantul. Usai menjawab pertanyaan, saya termenung sejenak, menyadari bahwa DIY sebagai tujuan wisata nasional itu minus layanan transportasi umum yang mudah diakses, selamat, aman, nyaman, dan terjangkau. Barangkali itu pula yang menyebabkan rendahnya masa tinggal wisatawan di Yogyakarta (hanya 1,5 hari saja). Bagaimana mungkin mereka akan berlama-lama tinggal di Yogyakarta sementara sarana mobilitasnya terbatas.

     Kasus yang sama akan ditemukan ketika wisatawan mau pergi ke Makam Raja-Raja di Imogiri, atau akan mengunjungi Goa Pindul atau pantai-pantai indah di Gunungkidul. Mereka akan kesulitan mendapatkan layanan transportasi publik, baik untuk pergi maupun pulang dari lokasi wisata. Pilihannya hanya taxi atau rental (motor dan mobil), tapi semuanya itu tergolong mahal bagi wisatawan. Minimnya angkutan publik itu bukan hanya dirasakan oleh para wisatawan, tapi juga oleh warga DIY yang pulang merantau alias mudik.

     Daerah Istrimewa Yogyakarta (DIY), dalam musim mudik Lebaran merupakan daerah tujuan wisata dan sekaligus tujuan pemudik dari Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi). Artinya, pada saat musim libur Lebaran, ada dua kepentingan orang datang ke DIY, yaitu ada yang pulang kampung/mudik dan ada yang berwisata mengisi musim libur Lebaran. Keduanya memerlukan layanan transportasi yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau. Bagi pemudik, ketersediaan angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau akan memudahkan mereka sampai ke kampung halaman, sehingga tidak perlu naik sepeda motor untuk mudik. Mudik memakai sepeda motor itu tidak berkeselamatan, tapi menjadi pilihan pertama karena tidak tersedia angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau ketika sampai tempat tujuan. 

     Sedangkan bagi wisatawan, ketersediaan angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau akan menghemat biaya transportasi sehingga mereka dapat mengunjungi tempat-tempat wisata lebih banyak dan membelanjakan uangnya untuk membeli suvernir, hotel, dan menikmati kuliner di Yogyakarta. Semakin banyak uang wisatawan yang dibelanjakan di Yogya akan memiliki multiplier effect yang luas terhadap perekonomian masyarakat Yogya. Tapi semakin besar biaya transportasi yang harus mereka keluarkan, semakin singkat pula masa tinggal mereka di Yogyakarta.

Pembenahan Mendasar
 
     Penyediaan layanan transportasi umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau selayaknya menjadi orientasi pengembangan wilayah Provinsi DIY agar pada masa mudik DIY tidak dipenuhi oleh kendaraan pribadi, dan dalam keseharian membantu memperlancar arus wisatawan yang datang ke DIY. Layanan angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau juga  merupakan simbol peradaban suatu kota. Kota-kota terbaik di dunia selalu ditandai dengan layanan angkutan umum yang bagus dan manusiawi. Satu-satunya angkutan umum massal yang dimiliki oleh DIY hanyalah TransJogja, namun selain jumlah busnya terbatas, jalurnya mutar-mutar (mbulet), dan sering harus pindah (transfer) armada di 1-3 halte karena tidak ada yang langsung sampai tujuan, layanan seperti itu kurang efisien bagi wisatawan. 

     Bila Pemprov DIY dan Pemkot Yogyakarta khususnya ingin mengikat wisatawan agar betah tinggal di DIY lebih panjang, serta mampu menyediakan angkutan mudik yang berkeselamatan, maka diperlukan pembenahan mendasar, dari soal pembangunan infrastruktur, pengadaan sarana,  sampai dengan masalah operasional agar layanan transportasi tersebut tetap terjaga prima.

     Ketersediaan Dana Keistimewaan (Danais) semestinya dapat menjadi stimulus untuk perbaikan perbaikan angkutan umum di DIY guna menunjang mobilitas warga sehari-hari, mengurangi penggunaan kendaraan bermotor saat mudik, maupun memperlancar dan memperingan mobilitas wisatawan. Belajar dari Perseroan Terbatas Kereta Api Indonesia (PT KAI) dalam mereformasi layanan KAI sehingga menjadi lebih selamat, aman, nyaman, dan manusiawi; sesungguhnya Pemprov DIY dan Pemkot Yogyakarta juga mampu mewujudkan layanan angkutan umum di wilayah DIY yang selamat, aman, nyaman, terjangkau, serta mudah diakses 24 jam. Kuncinya adalah pada kemauan politik: mau atau tidak! Ironis bila Kota Pelajar dan Kota Budaya tapi minus angkutan umum. 


Darmaningtyas, Ketua INSTRAN (LSM Transportasi) dan Ketua Bidang Advokasi MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.