Oleh : DARMANINGTYAS
Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY, saya lebih suka memakai hurup “Y” karena ada filosofinya, bukan
hurup “J” yang sekadar pragmatism pengucapan) merupakan daerah tujuan wisata
kedua setelah Bali. Tapi semua tau bahwa di DIY maupun Kota Yogyakarta memiliki
layanan transportasi yang buruk dan tidak menunjang industri pariwisata.
Pilihan angkutan umum massal hanya TransJogja, tapi jalurnya mbulet, terbatas, dan jalannya pun pelan
karena tidak dedicated lane (tidak
memiliki jalur khusus seperti Transjakarta Busway). Bus reguler kalau sudah di
atas jam 15.00 sudah susah ditemukan.
Kawasan
Malioboro merupakan salah satu tujuan wisata yang popular bagi wisatawan lokal
maupun asing, meskipun setelah sampai Malioboro mungkin juga orang
bertanya-tanya, apa yang menarik dan dapat dilihat di Malioboro kecuali
kesemrawutannya? Beruntung sekarang warung-warung makan lesehannya tidak nuthuk lagi (maksa bayar mahal) kepada
pengunjung.
Sebagai daerah
tujuan wisata utama di Kota Yogyakarta, Malioboro mestinya ditata apik dan
memberikan rasa aman, nyaman, selamat, manusiawi, dan indah, baik bagi wisatawan
lokal maupun asing. Namun justru itu semua tidak ditemukan di Malioboro, dalam
satu dekade terakhir, karena selalu terjadi bongkar pasang untuk pembenahan,
tapi tidak menghasilkan kondisi yang lebih baik. Pada saat Walikota Yogyakarta
dijabat oleh Herry Zudianto, pohon-pohon yang agak besar ditebang dan diganti
tanaman kecil-kecil. Yang mengasyikkan, di kawasan Malioboro sampai depan Kantor
Pos besar dipasangi kursi-kursi untuk santai. Ketika terjadi pergantian
kepemimpinan dari Herry Zudianto ke Haryadi Suyuti, tanamaan dibongkar dan
diganti dengan tanaman batu yang menjadikan kawasan Malioboro tidak nyaman pada
siang hari. Sekarang kawasan Malioboro dibongkar lagi, entah mau diapain lagi.
Tanpa
Perencanaan
Melihat praktek
bongkar pasang di kawasan Malioboro yang terjadi terus menerus, menunjukkan
bahwa pengembangan kawasan Malioboro tanpa perencanaan yang jelas. Jika jelas,
mestinya meniru langkah Ngarso Dalem Hamengku Buwono ke IX dulu yang menata
Malioboro melalui sayembara pembuatan desain. Beliau membuat sayembara terbuka
untuk mendesain kawasan pejalan kaki di Malioboro dan hasil terbaik
diimplementasikan. Terbukti, meskipun penataan secara mendasar sebagai kawasan
pejalan kaki dilakukan pada awal dekade 1980-an tapi sampai sekarang masih
memperlihatkan kenyamanannya, karena memang melalui proses yang benar dan
teruji oleh publik, tidak sekadar main bongkar pasang saja.
Pemkot Yogyakarta
dan Pemprov DIY sebetulnya tidak sulit menjaring masukan untuk penataan kawasan
Malioboro yang aman, nyaman, selamat, manusiawi, dan indah. Hal itu mengingat
di Yogya ada sejumlah PTN/PTS yang memiliki Fakultas Teknik (Sipil, Arsitektur,
dan Planologi). Juga ada ISI (Institut Seni Indonesia) yang karya-karya
mahasiswa, lulusan, maupun dosennya mendunia. Yang penting ada kemauan politik
untuk membuka partisipasi public. Keberadaan Danais (Dana Keistimewaan) dapat
mem-backup dari segi pendanaan. Jadi,
baik substansi maupun dana tidak menjadi hambatan lagi untuk menata kawasan
Malioboro secara partisipatoris agar lebih aman, nyaman, selamat, manusiawi,
dan indah.
Berjalan
sendiri, tanpa melibatkan multi stake
holder dalam menata kawasan Malioboro itu sesungguhnya memperlihatkan buruknya
good governance di DIY maupun Kota
Yogyakarta, sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi yang ada di masyarakat
untuk menuju ke tatanan yang lebih transparan. Sinergi antara Pemkot Yogyakarta/Pemprov
DIY dengan dunia kampus dalam menata kawasan Malioboro akan lebih bagus bila
dibandingkan dilakukan sendiri.
Sebetulnya yang
harus disayembarakan/ditata bukan hanya infrastruktur pedestriannya saja, tapi
juga sarana jualan agar untuk setiap kategori itu sama sehingga terlihat indah,
misalnya, bentuk gerobak penjual pakaian itu sama semua, tapi berbeda dengan
yang jualan buah. Gerobak semua penjual buah seragam, dan seterusnya. Dan perlu
disediakan ruang untuk tampilnya para musik jalanan atau group kesenian
tradisional agar mereka manggung di sana secara bergantian. Juga perlu
disediakan ruang bagi para mahasiswa seni, seniman muda, atau seniman jalanan
pamer karya di kawasan Malioboro. Dengan demikian, orang berkunjung ke
Malioboro tidak sekadar jalan-jalan dan jajan, tapi menikmati berbagai produk
seni di DIY, dan itulah yang akan membedakan Yogyakarta dengan daerah-daerah
tujuan wisata lainnya.
Buruknya
perencanaan itu juga terlihat dari tidak adanya upaya untuk mengintegrasikan
pembenahan kawasan Malioboro dengan perbaikan halte TransJogja. Padahal, tiap
hari, rata-rata 500-600 orang naik dari Halte Malioboro 1 (depan Hotel Garuda)
dan pada hari libur jumlahnya mencapai 1.000 orang. Semestinya pada saat
membangun kembali kawasan Malioboro, halte itu diperlebar agar bisa menampung
jumlah calon penumpang TransJogja lebih banyak. Gagasan untuk menghilangkan
halte tertutup (yang ada sekarang) dan menggantinya dengan portable yang tanpa ditunggu petugas, jelas kemunduran dan bukan
gagasan yang cerdas, karena pada saat panas dan hujan, penumpang suruh berteduh
di mana? Itu pasti gagasan dari orang-orang yang tidak pernah naik angkutan
umum.
Manajemen
Buruk
Bukan
hanya perencanaan saja yang buruk, tapi manajemen kontruksi juga amat buruk.
Kawasan Malioboro itu panjang dan terbagi menjadi blok-blok. Manajemen
kontruksi yang bagus, tentu akan membangun perblok, misalnya Blok 1 kawasan
depan Hotel Garuda. Setelah di sana beres, baru beranjak di blok berikutnya,
demikian seterusnya. Dengan demikian, nasib pengunjung Malioboro dipikirkan.
Manajemen pembangunan yang ada saat ini, semua dibongkar bersamaan, sementara
pengerjaannya lambat sekali. Akibatnya, wisatawan lokal maupun asing yang
berkunjung ke Malioboro sisi timur, bingung mau jalan lewat mana, karena kalau
berjalan di badan jalan, tentu membahayakan keselamatan mereka, apalagi tidak
ada petugas Dinas Perhubungan atau proyek yang mengatur lalu lintas. Juga tidak
pengumuman pembangunan ini akan berlangsung berapa lama. Ini betul-betul
manajemen pembangunan yang amat primitif!
Beberapa
pertanyaan yang melintas di benak saya menyaksikan pembangunan Malioboro adalah
(1) apakah akan ditanami pohon perindang agar pejalan kaki nyaman dan
mengurangi polusi? (2) Apakah ada guiding
block untuk memfasilitasi tuna netra? (3) Apakah desain trotoarnya mudah
diakses oleh pengguna kursi roda, anak-anak balita, ibu hamil, dan usia lanjut?
Pertanyaan-pertanyaan itu muncul lantaran desainnya tidak dipampang di sana
yang setiap orang dapat menyaksikan dan memberikan input. Ironis sekali, zaman
keterbukaan informasi, tapi manajemen informasinya masih tertutup. Sayang!
Seorang warga
samping Malioboro berbisik pada saya : “Ini karena ada Danais”. Jika betul
begitu, sayang sekali Danais dipergunakan untuk sesuatu yang kurang perencanaan
dan dengan manajemen amat buruk! Padahal, Yogyakarta itu Kota Pendidikan dan
Kota Budaya!
DARMANINGTYAS, Kabid Kemasyarakat dan
Advokasi MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia) di Jakarta
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
BalasHapussaya IBU WINDA posisi sekarang di malaysia
Hapusbekerja sebagai ibu rumah tangga gaji tidak seberapa
setiap gajian selalu mengirimkan orang tua
sebenarnya pengen pulang tapi gak punya uang
sempat saya putus asah dan secara kebetulan
saya buka FB ada seseorng berkomentar
tentang AKI NAWE katanya perna di bantu
melalui jalan togel saya coba2 menghubungi
karna di malaysia ada pemasangan
jadi saya memberanikan diri karna sudah bingun
saya minta angka sama AKI NAWE
angka yang di berikan 6D TOTO tembus 100%
terima kasih banyak AKI
kemarin saya bingun syukur sekarang sudah senang
rencana bulan depan mau pulang untuk buka usaha
bagi penggemar togel ingin merasakan kemenangan
terutama yang punya masalah hutang lama belum lunas
jangan putus asah HUBUNGI AKI NAWE 085-218-379-259 ATAU KLIK SITUS KAMI PESUGIHAN TAMPA TUMBAL tak ada salahnya anda coba
karna prediksi AKI tidak perna meleset
saya jamin AKI NAWE tidak akan mengecewakan