Langsung ke konten utama

PETAKA MUDIK 2016

Oleh : DARMANINGTYAS

Ada optimisme pada semua pihak saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan ruas Tol Pejagan – Brebes Timur (yang kemudian popular dengan sebutan Brexit) sepanjang 20 km, bahwa arus mudik 2016 akan berjalan lancar karena ruas tolnya sudah bertambah panjang. Pada mudik 2015 kemacetan terjadi di pintu Tol Pejagan, karena setelah keluar dari tol dan akan masuk ke jalan arteri terdapat perlintasan kereta api, sehingga arus lalu lintas yang keluar dari tol sering tertahan di perlintasan kereta api dan dampaknya memanjang sampai pintu tol Pejagan. Dengan dioperasikannya ruas Tol Pejagan – Brexit diharapkan kemacetan di pintu Tol Pejagan akan terurai. Memang betul kemacetan di pintu Tol Pejagan sempat terurai, tapi hanya sebentar saja dan itu pun hanya bergeser ke timur, yaitu ke Brexit. 

Kemacetan di Brexit bukan disebabkan oleh lambannya proses pembayaran di tol saja, tapi karena setelah keluar dari Brexit langsung bertemu dengan pertigaan arteri (Pantura) yang jalannya sempit dan traffic light (TL) distel dalam kondisi normal, yaitu hijau/merah dari arah tol maupun dari arah Jakarta dan Semarang sama lamanya. Semestinya warna hijau di TL dari arah pintu tol lebih panjang karena kendaraan yang keluar dar tol lebih banyak dibandingkan yang dari arah Semarang/Jakarta. Dampak dari kemacetan di TL itu mengular sampai di pintu tol dan kemudian mengular sampai ke dalam jalan tol itu sendiri.  
Kemungkinan terjadinya kondisi buruk di Brexit itu sudah penulis kemukakan kepada sejumlah wartawan usai diskusi Mudik Selamat di Bisnis Indonesia (28/6). Apa yang terjadi di lapangan persis yang penulis sampekan kepada sejumlah wartawan. Hal itu karena pernyataan penulis didasarkan pada pengamatan di lapangan. Andaikata catatan penulis direspon oleh pihak-pihak berwenang dengan cepat melakukan rekayasa lalu lintas, termasuk mengubah circle time di traffic light pertigaan Pantura, mungkin kondisinya sedikit lebih baik.
Pada taggal 1-2 Juli penulis juga bergabung dengan Tim Puslitbang Darat dan Perketeraapian Balitbang Perhubungan memantau kondisi arus mudik di Tol Cipali hingga Brexit dan Patura. Saat itu Tim Litbang Perhubungan sudah terjebak di Brexit selama 5.20 jam (lima jam 20 menit), yatu dari jam 20.00 (1/7) sampai jam 01.20 (2/7).  Oleh karena itu tanggal 2/7 sore Tim Litbang Perhubungan memantau jalur Pantura dan meelihat kondisi lancer, penulis menyampaikan pesan kepada beberapa pihak agar Pantura dijadikan jaur alternatif untuk mengurangi kemacetan di Brexit. Penulis usulkan agar angkutan umum (bus) lebih baik diarahkan melalui jalur Pantura. 
Saran penulis tersebut, selain didasarkan pengamatan lapangan hari itu, juga didasarkan pada pengalaman mudik 2015. Saat itu, karena Tol Cipali baru dioperasikan untuk pertama kalinya, para pengemudi mobil pribadi dan angkutan umum memilih lewat Tol Cipali, sementara jalur Pantura longgar sekali. Akibatnya, yang melalui Tol Cipali terjebak kemacetan panjang dan berjam-jam, terutama di Pintu Tol Pejagan, sebaliknya yang melalui jalur Pantura justru lancar. Perilaku yang sama penulis perkirakan akan terjadi pada musim mudik 2016 ini. Dan perkiraan itu tidak meleset. Perbedaanya, kemacetan panjang pada mudik 2015 tidak membawa korban berupa kematian, tapi kemacetan panjang mudik 2016 ini membawa kematian sampai 12 orang atau bahkan ada yang menyebut 17 orang. 
Terlepas dari perdebatan penyebab kematian, fakta yang tampak di depan public adalah kematian itu terjadi pada saat antrean panjang menuju pintu keluar Tol Brexit, sehingga semua mata tertuju ke sana. Publik yang terbatas pengetahuannya mengenai tugas dan fungsi masing-masing Kementerian/Lembaga (K/L) akan melihat bahwa pihak-pihak yang terkait dengan pengoperasian dan  pengelola jalan tol bertanggung jawab atas kematian tersebut. Tentu kesalahan tidak bisa dibebankan pada salah satu K/L saja, tapi semua pihak berkontribusi terhadap terjadinya kemacetan panjang tersebut, termasuk Pemerintah Daerah yang selama ini luput dari perhatian.
Kembangkan Angkutan Umum
Mengapa kemacetan buruk itu tidak terelakkan? Pertama, keberadan jalan Tol Cipali sampai Brexit itu ibarat undangan bagi pengguna mobil pribadi untuk melintasinya. Dalam kondisi normal, jarak Jakarta – Brebes lewat tol dapat ditempuh hanya dalam waktu empat jam. Ini tentu amat menarik bagi pemudik. Semua pemudik berasumsi sama, sehingga tidak berfikir jalan lain. Karenaa semua pemilik mobil pemikirannya sama, maka jalan tol Brexit seperti diguyur hujan mobil, sementara akses keluarnya terbatas, terjadilah sumbatan di pintu keluar, terutama di titik pertemuan dengan jalan alteri.
Kedua, Kecenderungan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) setiap kali terbangun jalan tol baru, pemeliharaan jalan alteri diabaikan dan kurang dipromosikan, sehingga masyarakat tidak terdorong untuk menggunakannya, semua terdorong untuk menggunakan jalan tol. 
Ketiga, berbeda dengan rencana operasi angkutan lebaran (Renop Angleb) sebelum ada Tol Cipali yang memberikan perhatian terhadap sejumlah jalur mudik, seperti jalur Pantura, tengah (Pamanukan ke kanan lewat Purwokerto), dan jalur selatan (lewat Nagrek), Renop Angleb 2015-2016 fokus ke Tol Cipali saja, kurang memberikan perhatian terhadap jalur Pantura, jalur tengah, dan jaur selatan. Wajar bila kemudian perhatian pemudik tertuju ke Tol Cipali hingga Brexit.
Keempat, tidak ada Renop Angleb untuk membagi beban jalan, misalnya, semua angkutan umum dan sepeda motor melalui jalur Pantura, Tengah, atau Selatan, sedangkan tol hanya untuk mobil pribadi saja. Akhirnya terjadi ketimpangan, karena jalan tol yang bayar lumpuh total, sedangkan jalan alteri yang gratis justru lancar.
Kelima, pengelola tol kurang cerdas dan kurang taktis. Bila cerdas, median jalan tol dalam jarak tertentu terutama mendekati exit didesain untuk memberi ruang putar balik pada kondisi darurat. Dalam kondisi normal U-turn tersebut dapat ditutup dengan papan portable, tapi dalam kondisi darurat dibuka untuk putar balik bagi calon pemudik yang akan membatalkan perjalanann atau mencari jalan alternatif. Dengan kondisi lalu lintas ke arah Jakarta yang amat lengang, jika mereka yang sakit, hamil, tua, atau anak-anak itu dapat putar balik ke arah Cirebon, hal-hal terburuk yang membawa petaka dapat diminialisir. 
Kurang taktisnya pengelola jalan tol terlihat dari terlambatnya menerapkan kebijakan buka tutup di ujung masuk jalan tol dan tidak adanya pengumuman berjalan ke arah Jakarta mengenai panjang kemacetan yang memungkinkan calon pemudik dapat mengambil langkah cerdas lebih awal: meneruskan perjalanan atau balik/mencari jalur alternatif. Semestinya ketika kemacetan di tol sudah mencapai lebih dari limaa kilometer, di ujung masuk sudah diterapkan kebijakan buka tutup, baru buka lagi setelah kemacetan terurai. Ini yang tidak dilakukan oleh pengelola jalan tol.
Agar petaka Brexit ini tidak terulang dimasa mendatang maka tidak ada jalan lain kecuali pemerintah mengembangkan angkutan umum, baik antar kota maupun di dalam wilayah (daerah) agar mudik kedepan tidak mengandalkan mobil pribadi, tapi menggunakan angkutan umum, baik bus, kereta api, maupun kapal laut. Harapan bahwa bila semua ruas jalan Tol Trans Jawa tersambung, mulai dari Batang-Semarang, Semarang-Solo, Solo-Ngawi, dan Ngawi-Kertosono tidak akan ada kemacetan parah, adalah ilusi semata. Itu hanya akan memindahkan titik kemacetan saja. Tapi kalu mengengembangkan angkutan umum, baik itu bus, kereta api, maupun kapal laut; dan di daerah juga tersedia layanan angkutan umum yang aman, nyaman, dan selamat untuk melakukan silaturakhim, tentu akan berdampak signifikan terhadap penurunan penggunaan mobil pribadi. Kedepan juga harus ada ada pembagian beban jalan misalnya sepeda motor dan semua angkutan umum melalui jalur non tol, sedangkan tol hanya untuk mobil pribadi. Namun Pemerintah harus menjamin jalan non tol sebagus jalan tol dan menjamin kelancaran jalan lalulintasnya. Bila ternyata jalan non tol lebih lancar itu akan menjadi promosi gratis bagi pemudik selanjutnya untuk menggunakan angkutan umum dimasa masa mendatang.

Darmaningtyas, Ketua Bidang Advokasi MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia)

Komentar

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.