Langsung ke konten utama

OJEK, GO-JEK, DAN GRABBIKE

OLEH: DARMANINGTYAS
Ketua INSTRAN (Institut Studi Transportasi), NGO Transportasi di Jakarta
Dimuat di Majalah Sindo Weekly No. 18 Tahun IV, Edisi 2 - 8 Juli 2015

Ojek, Go-Jek, dan Grabbika merupakan isu yang tiba-tiba hangat setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) pertengahan Juni lalu melontarkan idenya agar ojek-ojek itu lebih baik bergabung dengan Go-Jek sehingga mereka memiliki kesempatan bertemu keluarga lebih lama karena tidak harus mangkal di tempat-tempat tertentu sepanjang hari untuk mendapatkan penumpang, tapi bisa menununggu penumpang di rumah sambil bercengkerama bersama keluarga.


Pernyataan Gubernur Ahok itu langsung mendapat reaksi keras dari Ketua Organda DKI Jakarta Safruhan Sinungan. Menurut Safruhan, imbauan tersebut menunjukkan bahwa Gubernur Ahok tidak memahami aturan lalu lintas dan angkutan penumpang. Dalam UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU LLAJ), sepeda motor tidak diperuntukkan sebagai angkutan umum orang dan barang. Tulisan ini tentu tidak akan membahas polemik antara Gubernur Ahok versus Organda DKI Jakarta tersebut, tapi mencoba melihat permasalahan ojek, Go-Jek, dan Grabbike secara komprehensif, dengan tetap memperhatikan polemik yang berkembang tersebut.

Sejarah Kemunculan Ojek

Ojek sepeda motor sesungguhnya anomali dalam sistem transportasi nasional. Moda tersebut muncul untuk menjawab kebutuhan masyarakat dalam bertransportasi. Di Jakarta, ojek pertama kali muncul akhir decade 1980-an ketika becak-becak digusur, yang mengalami puncak penggarukan tahun 1989. Semula, kebutuhan orang untuk bertransportasi dari rumah/gang menuju ke jalan raya dicukupi oleh becak, tapi dengan tergusurnya becak, peran becak itu digantikan oleh ojek sepeda motor. Ojek tumbuh atas inisiatif warga dan dimanfaatkan oleh warga pula. Kehadiran ojek itu adalah penyelamat dari hilangnya becak, sedangkan bagi pengojek merupakan lahan pekerjaan baru yang menguntungkan.

Kehadiran ojek itu cukup kuat karena dibekingi oleh tokoh-tokoh informal di setiap kampung. Ojek-ojek di setiap pangkalan itu di bawah kontrol tokoh informal, sehingga tidak sembarangan pengojek bisa mangkal. Guna memperkokoh peran tokoh informal, mereka menerapkan pembatasan jumlah pengojek yang boleh mangkal di lokasi yang dikuasai dan mengenakan biaya masuk untuk dapat bergabung, sehingga terkesan eksklusif. Pada tahun 1996 misalnya, ada salah satu pangkalan ojek yang mengenakan pungutan pendaftaran Rp.150.000,- (kurs US$1=Rp.2.500-an), sedangkan bulanannya dikenai iuran Rp.10.000,-. Besaran uang gabung dan pungutan bulanan itu bervariasi antara satu tempat dengan tempat lain, sangat ditentukan oleh tokoh informalnya.

Kemunculan ojek tambah massif ketika terjadi krisis ekonomi (1997-1999) dan banyak pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Banyak di antara mereka yang di-PHK menginvestasikan pesangonnya untuk membeli sepeda motor untuk ngojek. Ojek menjadi pilihan yang rasional di tengah krisis ekonomi karena pendapatannya bisa dibawa pulang hari itu juga, jam kerjanya bebas, dan tidak ada yang merintah alias hidup merdeka. Hampir semua pengojek yang semula berprofesi sebagai buruh, menuturkan asalan yang sama seperti itu, mengapa mereka memilih menjadi pengojek. Pada saat ini, baik di kota maupun desa, ojek dijadikan sebagai salah satu mata pencaharian utama. Artinya, kehadiran ojek bukan lagi sekadar problem transportasi, tapi problem ekonomi, sosial, dan tenaga kerja.

Pada tahun 2004 Direktur Lalu Lintas Departemen Perhubungan Anton Tampubolon membuat surat edaran ke beberapa stake holder untuk menjaring masukan mengenai masalah ojek, apakah perlu dilegalkan atau tidak? Ternyata berdasarkan masukan yang terhimpun menyatakan bahwa ojek tidak perlu dilegalkan karena dianggap tidak memenuhi persyaratan untuk angkutan umum yang harus menjamin aspek keamanan, kenyamanan, dan keselamatan. Ojek sepeda motor amat rentan terhadap kecelakaan lalu lintas karena kestabilannya kurang, tersenggol sedikit saja bisa jatuh. Secara sosiologis, diakui bahwa kehadiran ojek itu dibutuhkan oleh masyarakat pengguna maupun pengojek, namun secara yuridis tidak perlu diatur, karena ketika diatur, maka berarti dilegalkan.

Barangkali berangkat dari masukan multi stake holder tersebut yang membuat Kementrian Perhubungan dan Polri pada saat menyusun UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU LLAJ) tidak memasukkan motor sebagai moda angkutan umum. Pasal 141 UU LLAJ yang mengatur mengenai standar pelayanan minimum angkutan umum itu mencakup aspek keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, keseteraan, dan keteraturan. Sulit sekali ojek sepeda motor memenuhi persyaratan minimum seperti diatur dalam pasal 141 di atas, sehingga sampai sekarang tidak ada keinginan dari mana pun untuk melegalkan ojek sepeda motor sebagai sarana angkutan umum. Secara sosiologis diakui keberadaannya, tapi secara yuridis tidak diatur.

Fenomena Go_Jek dan GrabBike

Pada prinsipnya, Go-Jek dan GrabBike itu ojek dengan menggunakan sepeda motor. Dengan kata lain, dilihat dari jenis sarana yang digunakan, Go-Jek dan GrabBike itu adalah ojek sepeda motor. Oleh karana Go-Jek dan GrabBike itu ojek sepeda motor, maka pengaturannya sama dengan ojek sepeda motor umumnya, tidak ada pembedaan. Semua hak dan kewajiban yang melekat pada ojek sepeda motor, itu melekat juga pada Go-Jek dan GrabBike. Bila ojek sepeda motor yang ada lebih dulu tidak diatur dalam regulasi transportasi, maka Go-Jek dan GrabBike juga tidak bisa diatur dalam regulasi. Yang membedakan ojek dengan Go-Jek dan GrabBike adalah mekanisme mencari penumpangnya. Bila ojek menggunakan cara-cara tradisional dengan mangkal di tempat-tempat tertentu yang dinilai banyak penumpang, maka Go-Jek dan GrabBike memanfaatkan teknologi informasi (smartphone) sehingga pengojek tidak harus mangkal di tempat-tempat keramaian, cukup berkomunikasi melalui smartphone.

Go-Jek dan GrabBike juga dikelola dengan manajemen pemasaran yang baik, sehingga ada konsep promo tarif, ada kepastian tarif (berdasarkan jarak tempuh), serta memberikan perlindungan asuransi kepada pengemudi maupun penumpang. Ojek biasa tidak mengenal semuanya itu. Tarif dalam ojek biasa ditentukan berdasarkan hasil tawar menawar yang panjang. Beruntung bila calon penumpang mengetahui lokasi yang dituju sehingga tidak diajak putar-putar untuk mengesankan jauh agar tarifnya mahal. Wajar bila kemudian banyak pengguna ojek beralih ke Go-Jek atau GrabBike. Namun juga tidak fair bila ojek ini kemudian memusuhi Go-Jek atau GrabBike. Lebih baik mengikuti manajemen mereka agar tetap eksis. Dari aspek manajemen, himbauan Gubernur Ahok agar ojek gabung dengan manajemen Go-Jek itu ada betulnya. Sebab kalau tidak, ojek akan ditinggalkkan penumpang, bagaimana penumpang cari yang lebih praktis dan murah. , dan pengojek tidak bisa mengendalikan calon penumpang. Himbauan itu tidak identik dengan melegalkan ojek sebagai moda transportasi umum, tapi hanya dari aspek manajemen saja. 

Komentar

  1. sebagai warga asli Gunungkidul saya suka baca tulisan Bapak, Terimakasih..

    BalasHapus
  2. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus
  3. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.