Langsung ke konten utama

LRT Menghapus Monorel

Oleh: Darmaningtyas
Ketua INSTRAN (LSM Transportasi) di Jakarta
Dimuat Di Harian Sore Suara Pembaruan, Tanggal 1 Juni 2015

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok ) tiba-tiba melontarkan gagasan untuk membangun kereta ringan di atas (elevated) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Light Rapid Transit (LRT) sebanyak tujuh koridor. Yaitu: rute Kebayoran Lama-Kelapa Gading (21,6 km), Kelapa Gading-Kemayoran-Pesing-Bandara Soekarno-Hatta (18,5 km), Tanah Abang-Pulomas (17,6 km), Joglo-Tanah Abang (11 km), Puri Kembangan-Tanah Abang (9,3 km), Pesing-Kelapa Gading (20,7 km), dan Cempaka Putih-Ancol (10 km). Dua rute pertama itu ditargetkan rampung sebelum Asian Games 2018. 


Gubernur Ahok menjamin bahwa pembangunan LRT tidak akan terbengkalai karena dibangun oleh pemerintah dengan nilai investasi Rp 250 miliar per km. Dengan total panjang LRT 108,7 km, diperlukan investasi minimum Rp 27,175 triliun. Tentu ini bukan masalah besar bagi Pemprov DKI Jakarta yang memiliki APBD lebih dari Rp 70 triliun per tahun. Selain ada tujuh rute LRT yang diiniasi oleh Pemprov DKI Jakarta, juga ada LRT yang diinisiasi oleh PT Adhi Karya dan konsorsiumnya yang akan membangun LRT untuk tahap pertama dari Cibubur – Cawang – Dukuh Atas sepanjang 30 km dengan dana sekitar Rp 9,2 triliun. 

LRT yang akan dibangun oleh PT Adhi Karya ini menggantikan rencana pembangunan monorel yang rencananya dulu akan dibangun pada koridor yang sama. Menurut Direktur Utama Adhi Karya, Kiswodarmawan di hadapan Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR (24April 2015), pilihan pada LRT ini disebabkan teknologi LRT lebih terbuka dibandingkan dengan monorel atau metrotrain yang sempit. Baik LRT yang digagas oleh Gubernur Ahok maupun PT Adhi Karya mendapatkan dukungan dari Presiden Jokowi. Presiden Jokowi menghar ap k an pada saat pelaksanaan Asian Games 2018 sudah ada jalur LRT yang jadi. 

Sedangkan bentuk dukungan konkrit dari pemerintah pusat ke PTAdhi Karya adalah adanya Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp 1,4 triliun dalamAnggaran Pendapatan dan BelanjaNegara Perubahan (APBN-P) 2015. Diharapkan, pada Semester II 2015 konstruksinya dimulai. Menguntungkan Warga Bagi warga Jakarta, keberadaan berbagai jenis moda transportasi massal, seperti MRT dan LRT itu akan jauh lebih menguntungkan karena memberikan banyak pilihan dalam bertransportasi, sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan perjalanan; dibandingkan hanya tersedia satu jenis moda transportasi saja, apalagi tidak handal. 

Oleh karena itu, tidak ada alasan yang kuat bagi masyarakat untuk menolak rencana pembangunan LRT tersebut. Bahkan kalau perlu didorong supaya terwujud secepatnya serta segera dapat dirasakan manfaatnya. Rencana pembangunan LRT itu dianggap sebagai masalah hanya bagi mereka yang mengetahui perencanaan transportasi saja, dan mungkin para pejabat di bawah gubernur yang harus mewujudkan rencana tersebut. Hal itu terutama terkait dengan masalah konsistensi dalam perencanaan dan implementasi kebijakan. 

Rencana pembangunan LRT ini muncul secara tiba-tiba. Kita dapat menyebutnya tiba-tiba, karena tidak ada dalam Pola Transportasi Makro (PTM) yang dibuat pada masa Gubernur Sutiyoso, dan sudah mengalami tiga kali revisi, termasuk pada masa Gubernur Ahok, namun semuanya tidak mencantumkan rencana pembangunan LRT, melainkan pembangunan monorel di dua jalur, yaitu jalur hijau dan jalur biru. Dalam kampanye pemilihan gubernur 2012 pasangan Jokowi - Ahok juga sering menyatakan tidak perlu membuat perencanaan baru dalam bidang transportasi, tapi akan mengimplementasikan perencanaan yang sudah ada, karena perencanaan yang ada dalam PTM sudah bagus. 

Salah satu perencanaan yang sudah bagus namun belum diimplementasikan sepenuhnya itu adalah pembangunan 15 koridor busway. Pada saat itu (2012) dari 15 koridor yang direncanakan baru terwujud 12 koridor, sehingga tersisa tiga koridor belum terbangun. Pasangan Jokowi-Ahok, sekarang dilanjutkan oleh pasangan Ahok-Djarot diharapkan dapat menyelesaikan tiga koridor tersisa tersebut. Namun sampai sekarang, baru satu koridor yang sedang proses pembangunan, yaitu Koridor 13 (Ciledug – Tendean, dari yang sebelumnya dirancang Ciledug – Blok M). 

Pembangunan Koridor 13 ini juga menimbulkan perdebatan karena konsepnya yang tidak jelas, apakah khusus untuk jalur Transjakarta saja atau juga untuk kendaraan pribadi. Perdebatan itu dipicu oleh spanduk-spanduk atau bahilo tentang pembangunan jalan layang non tol (JLNT) tersebut, yang selain ada Transjakarta juga ada mobil pribadi yang melintasi. Kecuali itu, dalam desain juga tidak terlihat di mana letak halte busway, baik sekadar untuk naik turun penumpang, maupun untuk transfer antar koridor. Hal itu pula salah satunya yang memicu perdebatan. 

Sinkronisasi Perencanaan Terlepas dari manfaat yang akan dirasakan oleh masyarakat, karena memberikan banyak pilihan untuk bertransportasi, rencana pembangunan tujuh rute LRT itu patut dikaji secara matang terutama terkait dengan keberadaan moda transportasi yang sudah ada maupun yang sedang proses perencanaan agar jangan sampai terjadi tumpang tindih jalur sehingga saling mematikan satu dan lainnya. Sebagai contoh, jalur LRT rute Kebayoran Lama – Kelapa Gading, sebagian jalurnya beririsan dengan jalur KRL Jabodetabek Serpong – Tanah Abang - Kemayoran; jalur Kelapa Gading-Kemayoran-Pesing-Bandara Soekarno-Hatta sebagian rutenya beririsan dengan jalur kereta Duri – Soekarno-Hatta yang tengah dikerjakan oleh PT KAI dan juga beririsan dengan monorel yang sedang direncanakan oleh PT Adhi Karya dari Terminal Poris Pelawat Tangerang menuju Bandara Soekarno-Hatta. 

Demikian pula rute Pesing-Kelapa Gading dan Cempaka Putih – Ancol beririsan dengan jalur Transjakarta Koridor 2 dan 3, serta Koridor 10. Makin banyak rute LRT yang beririsan dengan moda transportasi massal lain yang telah ada, tentu menjadikan pembangunan LRT kurang optimal, karena ada dua kemungkinan, yaitu mematikan moda transportasi yang telah ada atau kurang diminati lantaran masyarakat tetap memilih moda transportasi yang telah ada. Persaingan yang tidak sehat itu akan merugikan banyak pihak, termasuk Pemprov DKI Jakarta sendiri, karena ketika moda-moda transportasi yang terbangun tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhan biaya operasionalnya sendiri, secara otomatis akan menjadi beban Pemprov DKI Jakarta untuk mensubsidinya. 

Memang mensubsidi angkutan umum itu bukan dosa, tapi itu bagian dari tanggung jawab pemerintah kota. Namun bila subsidinya terlalu besar dan mencakup banyak moda dalam batas waktu yang tidak jelas (bisa jadi selamanya), tentu akan menjadi masalah tersendiri di masa datang. Sebagai pengguna transportasi umum, penulis tidak terlalu optimis dengan prediksi jumlah penumpang LRT di setiap rute. Sebagai contoh, siapa yang akan naik LRT rute Pesing-Kelapa Gading dan Cempaka Putih–Ancol? Pengguna angkutan umum yang ada sangat mungkin akan tetap memilih Transjakarta (asalkan pelayanannya ditingkatkan) karena lebih mudah aksesnya dan tarifnya lebih murah. 

Sebaliknya, pengguna kendaraan pribadi akan bersedia pindah ke LRT bila tersedia fasilitas untuk parkir dan naik (park and ride) yang memadai sehingga bisa ke/dari stasiun menggunakan kendaraan pribadi. Tapi adakah lokasi untuk membangun fasilitas park and ride di Pesing, Kelapa Gading, Cempaka, Putih, dan Ancol? Bila tidak tersedia fasilitas park and ride, sulit berharap pengguna kendaraan pribadi untuk pindah ke LRT. Demikian pula LRT rute Puri Kembangan-Tanah Abang dan TanahAbang – Pulomas, siapa yang akan naik bila tidak tersedia fasilitas park and ride? 

Kesimpulannya, jangan terlalu terburu-baru membangun tujuh rute LRT sebelum ada kajian dan perencanaan yang matang. Pilih satu-dua jalur saja yang betul-betul potensial dan tidak beririsan dengan jalur moda transportasi massal lain yang telah ada. Memaksakan membangun tujuh koridor LRT yang beberapa jalurnya berhimpitan dengan jalur moda transportasi umum massal lainnya jelas kurang bijak karena akan mubasir. Pengalaman kegagalan membangun monorel dapat menjadi bahan pembelajaran bersama. Memang monorel ini diinisiasi oleh swasta sehingga terkendala pada pendanaan. 

Tapi seandainya dari aspek bisnis menguntungkan, tentu banyak lembaga dana, termasuk perbankan yang mau mengucurkan dananya untuk penyelesaiannya. Untuk LRT mungkin sebaliknya, proses pembangunannya tidak masalah karena dibiayai oleh APBD, tapi problemnya justru pada tingkat operasional, yaitu tatkala rute-rute LRT itu ternyata sedikit demand-nya sehingga biaya operasionalnya harus subsidi oleh APBN/APBN sepanjang masa. Bila ini betul-betul terjadi, maka pembangunan tujuh jalur LRT yang awalnya untuk mengatasi kemacetan itu justru akan menjadi persoalan besar bagi Pemprov DKI Jakarta sepanjang massa. Menurut penulis, Gubernur Ahok sebetulnya tidak perlu membuat program baru dalam skala besar dalam bidang transportasi. 

Bila Gubernur Ahok mampu menyelesaikan 15 koridor busway dan memperbaiki layanan Transjakarta sehingga jarak bus satu dengan bus berikutnya (headway) bisa 2-3 menit pada jam sibuk karena jalurnya steril, mampu menyediakan pasokan BBG untuk Transjakarta secara cukup, melaksanakan ERP (Electronic Road Pricing), serta revitalisasi angkutan umum reguler, itu sudah merupakan prestasi bagus dan dapat menjadi tiket mahal untuk dipilih kembali sebagai Gubernur pada tahun 2017, daripada membuat proyek raksasa baru yang belum tentu tuntas, tapi PR lama tidak selesai pula. Sayang sekali jika ini yang terjadi. 

Komentar

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.