Langsung ke konten utama

HEBOH BUKU PELAJARAN AGAMA ISLAM

OLEH: DARMANINGTYAS
ANGGOTA TIM PENYUSUN KURIKULUM 2013
Dimuat di Harian Sore Suara Pembaruan

Rame-rame mengenai buku Pelajaran Agama Islam untuk murid SMA Kelas XI (Kelas II SMA) yang memuat ajaran Muhammad Ibn Abdul-Wahhab yang dikenal dengan paham Wahhabi, semakin memperkuat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menghentikan sementara implementasi Kurikulum 2013 guna dievaluasi dan direvisi. Beruntung Kurikulum 2013 itu dihentikan, sehingga penggunaan buku-buku pelajaran yang menyesatkan tidak meluas. Jika tidak dihentikan sementara, maka buku pelajaran Agama Islam untuk murid SMA Kelas XI itu sudah dipergunakan oleh semua murid Kelas II SMA, sehingga sulit terkendali. Tapi dengan Kurikulum 2013 hanya dipergunakan oleh 6.247 sekolah dari tingkat SD-SMTA (SMA/MA/SMK), maka penyebaran buku pelajaran tersebut masih terbatas, sehingga mudah kendalinya. Orang yang semula menyalahkan Menteri Anies Baswedan yang menyetop implementasi Kurikulum 2013 pun, dapat berbalik memuji keputusannya.


Mengingat informasi yang muncul di media massa sepotong-sepotong, izinkan penulis memberikan penjelasan teknis sebelumnya. Pertama, dari segi lokasi. Dalam pemberitaan media massa ditulis bahwa kasus buku pelajaran Agama Islam yang mengajarkan paham Wahhabi itu seakan-akan muncul hanya di Jombang (Jawa Timur) dan Bandung saja, sehingga kesannya itu buku terbitan daerah setempat, seperti LKS (Lembar Kerja Siswa). Buku Pelajaran Agama Islam yang diributkan itu adalah terbitan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang merupakan buku paket Kurikulum 2013. Artinya, buku itu menyebar secara nasional ke seluruh SMA di Indonesia yang melaksanakan Kurikulum 2013, bukan hanya lokal saja.

Kedua, dari segi waktu baru muncul sekarang, hal itu karena bab yang memuat contoh-contoh pemikir Islam, termasuk di dalamnya memuat tokoh Abdul Wahhab itu diajarkan pada Semester II ini. Jadi, baik murid maupun guru baru mencermatinya sekarang. Tapi buku itu sudah beredar sejak Juli 2014 lalu lama dan bisa diunduh dari website Kemendikbud (tapi sekarang sudah dihapus). Bahwa isu itu pertama kali muncul dari Jombang, ada dua kemungkinan, yaitu sekolah-sekolah di sana pelajarannya sudah sampai pada bab tersebut; dan para guru di Jombang sebagai basis NU memiliki sensitivitas tinggi terhadap ajaran-ajaran radikalisme, sehingga mereka cepat menangkap bahayanya membaca buku tersebut. Dengan demikian, penarikan buku Pelajaran Agama Islam untuk SMA Kelas XI tersebut semestinya tidak hanya di Jombang saja, tapi secara nasional.

Kurang Sensitif

Bila kita cermati halaman buku yang memuat paham Wahhabi tersebut, maka jelas bahwa bagian itu menampilkan beberapa contoh pemikir Islam dari waktu ke waktu, salah satu tokoh yang ditampilkan itu adalah Muhammad Ibn Abdul-Wahhab (1702-1792) yang ajarannya kemudian dikenal dengan nama Paham Wahhabi, yang cukup keras karena membenarkan bahwa orang di luar Muslim boleh dibunuh. Pemuatan tokoh dan ajaran Abdul-Wahhab tanpa memberikan konteks sejarah pada saat itu dapat memberikan informasi yang sesat kepada murid. Apalagi dibaca oleh murid-murid SMA yang sedang proses mencari jati diri. Dari alur berfikir menyusun buku sebetulnya logis, karena di bawah pemaparan tokoh Abdul Wahhab ada pemaparan tokoh-tokoh Islam modern. Maksud penulis buku adalah memberikan gambaran lengkap mengenai sejarah pemikiran Islam, bahwa ada tokoh yang amat keras, toleran, dan modernis. Tapi lantaran sepenggal-sepenggal dan tanpa diberikan penjelasan konteks sejarahnya, tentu ini dapat menyesatkan bagi anak-anak remaja yang sedang mencari identitas diri. Para penulis –yang defacto guru Agama Islam—tidak memiliki sensitivitas ideologi berbangsa dengan pencantuman tokoh Abdul Wahhab tersebut. Semestinya mereka menyadari dampak buruk dari pengenalan ajaran Wahhabi itu, apalagi di tengah gencarnya isu radikalisme.

Heboh buku pelajaran dari Kurikulum 2013 kali ini merupakan heboh yang kedua. Heboh pertama muncul justru pada awal pelaksanaan Kurikulum 2013 pada buku pelajaran Bahasa Indonesia Kelas Kelas I SMP (Kelas VII). Dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia tersebut ada kutipan Cerpen “Gerhana” karya Muhammad Ali  yang dalam salah satu teks muncul kata-kata “Bangsat! Kurang ajar! Bajingan! Sambar geledek lu!” yang diucapkan oleh seorang oknum polisi yang sedang marah. Bila membaca teks Cerpen dalam konteks sastrawi, sebetulnya kata-kata tersebut bukan kehebohan. Tapi lantaran itu sebagai pelajaran untuk murid SMP Kelas I yang belum mampu menyaring setiap kata yang mereka terima, maka wajar bila menimbulkan kehebohan, karena dinilai bertolak belakang dengan pendidikan budi pekerti.

Seorang pejabat di Kemendikbud mengakui, bila ditelisik lebih jauh, persoalannya tidak hanya ditemukan dalam buku Bahasa Indonesia dan Agama Islam Kelas II SMA itu saja, tapi sangat mungkin ditemukan di buku-buku lain. Mengapa? Karena semua buku Kurikulum 2013 disiapkan secara tergesa-gesa, sehingga orientasinya bukan pada kualitas produk, tapi target waktu, sehingga kontrol terhadap isi buku amat lemah. Menulis buku yang baik, memerlukan waktu lama (minimum enam bulan secara khusus) dan draf buku yang sudah jadi dilempar kepada orang lain untuk membaca dan mengoreksinya. Jika itu buku pelajaran agama (apapun) sebaiknya dimintakan kepada beberapa pembaca yang berbeda paham/aliran sehingga buku tersebut dapat diterima oleh semua pihak yang bermacam-macam aliran tadi. Sedangkan pada buku-buku paket Kurikulum 2013 tidak mengikuti alur yang lumrah itu. Penulis dipaksa selesai dalam waktu maksimal tiga bulan dan tidak ada review dari pihak lain.

Sekarang kesempatan Menteri Anies Baswedan untuk mengecek seluruh buku-buku paket Kurikulum 2013 yang sudah dicetak dari SD-SMTA untuk semua mata pelajaran, jangan sampai kecolongan lagi. Selain perlu membentuk Tim Khusus untuk evaluasi seluruh buku, juga perlu penganggaran khusus, karena tim terbentuk tapi bila tidak tersedia anggaran, tentu tim tidak akan jalan. Beberapa kelemahan pengadaan buku Kurikulum 2013 lalu yang tidak boleh terulang adalah: (1) waktu penulisan buku yang mendesak, (2) tidak ada tim external reviewer (pembaca dari luar) untuk setiap draf naskah buku yang sudah jadi; (3) honor untuk penulis yang terlalu minim sehingga penulis pun tidak termotivasi untuk menghasilkan karya yang bagus, tapi lebih mengacu pada jadwal saja; (4) draf buku mestinya bukan barang rahasia, sehingga bisa di-share ke public untuk mendapatkan masukan. Kelemahan-kelemahan tersebut tidak boleh terulang lagi. Kemendikbud perlu alokasikan dana yang cukup, baik untuk penulis maupun external reviewer, sehingga semua bekerja dengan profesional, tidak asal target waktu. Dan jadikan draf naskah buku sebagai barang publik yang terbuka terhadap input dari luar.

Ada baiknya pula penulisan buku-buku agama (semua agama yang diajarkan di sekolah) dan perguruan tinggi, Kemendikbud bekerjasama dengan Kementrian Agama (Kemenag). Atau bahkan kalau perlu penyiapan naskah diserahkan penuh ke Kemenag, sedangkan Kemendikbud tinggal mencetak. Bila hal itu tidak dimungkinkan secara administratif, tim penulis buku terdiri dari Tim Kemendikbud dan Kemenag. Mengapa? Bagaimana pun Kemenag memiliki lebih banyak orang yang kompeten untuk menulis buku semua agama dengan perspektif pluralisme, dibandingkan dengan Kemendikbud. Kemendikbud justru tidak punya orang sehingga meminta kepada guru untuk menulis buku pelajaran. Kecuali itu, Kemenag dibawah pimpinan Menteri Agama Lukman Hakim Syaifudin, tidak perlu diragukan lagi pluralismenya, sehingga pas sekali bila penulisan buku-buku agama untuk Kurikulum 2013 diserahkan kepada Kemenag, terlepas dari soal berfikir masalah proyek.



Komentar

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.