Langsung ke konten utama

KURIKULUM 2013 DAN KEBIMBANGAN MENDIKBUD

OLEH:  DARMANINGTYAS
KETUA DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN PEMBUDAYAAN
NILAI-NILAI KEJUANGAN 1945 
DEWAN HARIAN NASIONAL 45 (DHN 45) JAKARTA
Dimuat di Harian Sore Suara Pembaruan
Senin, 8 Desember 2014


Keberadaan Kurikulum 2013 telah mengundang polemik sejak dilahirkan, hingga sekarang. Polemik mencuat kembali setelah terjadi pergantian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dari Mohammad Nuh ke Anies Baswedan (AB). Masyarakat, utamanya kalangan pendidikan berharap sekali Menteri AB dapat meninjau kembali keberadaan Kurikulum 2013 ini. Dan setelah melakukan pertemuan dengan sejumlah mantan pejabat, pejabat aktif, mantan Ketua Tim Penyusun Kurikulum 2013, serta sejumlah pengamat pendidikan dan guru (17/11), Menteri AB pun menyatakan bahwa Kurikulum 2013 itu setengah matang yang dipaksakan, sehingga perlu dievaluasi. Menurut pemberitaan media pada saat itu, Menteri AB menyatakan bahwa evaluasi tidak melibatkan pembuatnya, sebaliknya melibatkan para guru yang lebih mengetahui problem di lapangan. Logika Menteri AB ini betul, karena kalau evaluasi itu melibatkan pembuatnya, bagaimana mungkin evaluasi bisa berjalan efektif? Kurikulum itu sering diibaratkan kendaraan, sedangkan guru itu montirnya. Bagaimana mungkin kendaraan itu bisa diperbaiki kalau berjalan terus?


            Namun penulis sungguh kaget ketika akhir November membaca berita bahwa Tim Evaluasi Kurikulum 2013 yang beranggotakan 11 orang telah terbentuk dengan anggota tiga orang di antaranya Tim Penyusun dan diketuai oleh Prof.Dr. Suyanto mantan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (yang juga terlibat dalam proses penyusunan Kurikulum 2013). Bagi penulis, ini sungguh informasi yang mencengangkan karena apa yang dilakukan oleh Menteri AB itu bertolak belakang dengan yang dikatakan dua minggu sebelumnya, yaitu evaluasi tidak melibatkan Tim Penyusun karena bisa jeruk makan jeruk, dan akan melibatkan guru yang tahu di lapangan. Tapi yang terjadi adalah tim evaluasi melibatkan Tim Penyusun dan tidak melibatkan guru. Bagaimana tidak mencengangkan, seorang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan  bisa bersikap inkonsisten hanya dalam waktu dua minggu saja. Dengan jeruk makan jeruk, tentu hasilnya dapat diduga, tidak mungkin Menteri AB mengambil keputusan radikal dengan moratorium untuk evaluasi, tapi dilanjutkan secara bertahap.

Problem Filosofis dan Konsep

Sebagai salah seorang yang terlibat dalam proses penyusunan Kurikulum 2013, sehingga mengetahui dinamika internal penyusunan Kurikulum 2013, sejak awal penulis memiliki catatan banyak tentang Kurikulum 2013 ini, sehingga meskipun sebagai bagian dari penyusun, berharap sekali untuk dievaluasi secara mendasar agar tidak menyesatkan anak didik di masa mendatang.

Sesungguhnya, semangat Kurikulum 2013 ini mencontoh kurikulum yang diterapkan di Negara atau sekolah-sekolah maju yang telah lama mengembangkan model kurikulum tematik integratif guna menciptakan proses pembelajaran yang lebih hidup dan bermakna. Buku Creating Standards-Based Integrated Curriculum: The Common Core State Standards karya Susan M. Draker dapat memberikan pemahaman tentang kurikulum tematik integratif ini. Sayang, sedikit orang, apalagi para guru, yang membaca buku tersebut, sehingga sulit memahami konsep tematik integrative yang ada pada Kurikulum 2013.  

Meskipun Kurikulum 2013 ini mengambil spirit dari Negara atau sekolah-sekolah maju, hasilnya menjadi lain sama sekali sekali, karena terlalu banyak bumbu (politis) sehingga hasilnya berupa gado-gado yang tidak karuan rasanya dan ketika diimplementasikan di lapangan menimbulkan banyak masalah. Beberapa bumbu yang tidak ada pada kurikulum tematik-integratif di Negara-negara maju itu adalah penambahan jam pelajaran agama, di SD dari dua  menjadi empat jam per minggu; sementara di SMP dan SMTA dari dua menjadi tiga jam per minggu; munculnya konsep Kompetensi Inti (KI) yang kemudian diturunkan ke dalam Kompetensi Dasar (KD) yang mengacaukan epistimologi setiap mata pelajaran; penambahan jam pelajaran; sentralisasi kurikulum yang kemudian menghapuskan pelajaran bahasa daerah;  serta penghapusan pelajaran TIK (Teknologi Infomatika dan Komputer); tapi disisi lain evaluasi akhirnya memakai UN (Ujian Nasional). Kurikulum di Negara atau sekolah-sekolah maju tidak mengenal bumbu-bumbu tersebut, sekolah ya hanya memberikan materi yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan budaya saja.

Penambahan jam pelajaran agama dan munculnya konsep KI tersebut memperlihatkan ketidak-jelasan filosofi Kurikulum 2013: antara progresivisme versus dogmatisme (tidak tepat dikatakan esensialisme atau idealisme). Oleh karena filosofinya tidak jelas, wajar bila Kurikulum 2013 ini memperlihatkan kontradiksi di dalamnya: ingin melahirkan manusia yang kritis, afektif, kreatif, inovatif, dan produktif; tapi yang dominan justru pelajaran-pelajaran yang bersifat dogmatis normatif, dan semua mata pelajaran selalu dikaitkan dengan dogmatism (Kompetensi Inti 1). Ingin melahirkan manusia pembelajar, tapi justru menambah jam pelajaran; ingin mengutamakan proses, tapi evaluasi akhirnya memakai UN; ingin menumbuhkan sikap ilmiah tapi tidak memberikan dasar-dasar ilmiah, dan sebagainya.

Kontradiksi-kontradiksi tersebut tidak ada pada kurikulum di Negara/sekolah-sekolah maju, sehingga meski semangat kurikulumnya sama, isinya berbeda sama sekali dan hasil akhirnya pun bertolak belakang. Kontradiksi-kontradiksi yang terjadi karena landasan filosofisnya yang tidak jelas inilah yang menurut hemat penulis merupakan persoalan mendasar Kurikulum 2013. Berikut adalah contoh rumusan KI yang diturunkan menjadi KD untuk pelajaran Biologi SMA)/MA Kelas X.  KI 1, yaitu ”Menghayati dan mengamalkan  ajaran agama yang dianutnya”. Rumusan KI 1 ini kemudian diturunkan ke KD 1 menjadi ”Mengagumi, menjaga, melestarikan keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang ruang lingkup, objek dan permasalahan biologi menurut agama yang dianutnya”. Atau KI dan KD Kimia SMA/MA, Kelas 1. KI 1: “”Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya”, kemudian diturunkan ke KD 1.1. ”Menyadari keteraturan dan kompleksitas konfigurasi elektron dalam atom sebagai wujud kebesaran Tuhan YME” dan KD 1.2. ”Mensyukuri kekayaan alam Indonesia berupa minyak bumi, batubara dan gas alam serta berbagai bahan tambang lainnya sebagai anugrah Tuhan YME dan dapat dipergunakan untuk kemakmuran rakyat Indonesia”.

            Bagi orang awam yang membaca rumusan Kompetensi Dasar (KD) di atas, tentu bingung dan langsung bertanya: ini KD Pelajaran Agama atau Pelajaran Kimia/Biologi? Campur aduknya antara KD Agama dengan KD Biologi/Kimia itu adalah bagian dari proses agamanisasi ilmu pengetahuan. Proses sejenis pernah terjadi pada abad pertengahan lalu yang kemudian melahirkan masa kegelapan. Ironisnya, justru proses yang sama justru mulai dijalani melalui Kurikulum 2013.  Apakah kita ingin memasuki abad kegelapan juga? Masalah guru yang belum terlatih dan buku yang terlambat datang itu adalah persoalan teknis saja yang pemecahannya jauh lebih mudah, dibandingkan dengan persoalan filosofis.

Jalan keluar yang ditawarkan oleh Mendikbud Anies Baswedan untuk menerapkan Kurikulum 2013 secara bertahap itu berarti Mendikbud melihat problem Kurikulum 2013 hanya persoalan teknis saja, bukan pada filosofi dan konsep. Sementara mereka yang meminta moratorium untuk dievaluasi itu justru karena melihat problem dasarnya ada pada filosofi dan konsep, bukan pada hal teknis semata. Hanya dengan moratorium dan evaluasi itulah Menteri Anies Baswedan dapat menyusun kurikulum yang memberikan keseimbangan antara muatan nasional dengan lokalitas seperti yang tertulis dalam visi misi Presiden Jokowi. Tanpa ada evaluasi, sulit memasukkan visi misi Presiden Jokowi tersebut. Rekomendasi yang diberikan oleh Kelompok Kerja Tim Transisi yang dibawah deputi Anies Baswedan bahwa Kurikulum 2013 diimplementasikan secara penuh mulai Tahun Ajaran 2017/2018 itu sudah pas. Dengan moratorium ini tidak ada orang yang disakiti/dipermalukan karena nomenklatur Kurikulum 2013 tetap dipakai, hanya implementasinya ditunda untuk disempurnakan, daripada tidak ingin menyakiti/memalukan orang lain tapi menyesatkan bangsa.

Komentar

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.