Langsung ke konten utama

BECAK MOTOR DAN PARIWISATA YOGYAKARTA

Oleh : Darmaningtyas, Ketua Bidang Advokasi MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia) di Jakarta
Dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, tanggal 2 Juli 2014

Becak dan andong merupakan salah satu daya tarik wisata Kota Yogyakarta. Artinya tidak jarang seseorang ingin berwisata ke Yogyakata karena ingin merasakan keliling kota dengan naik becak/andong. Tamasya berkeliling kota dengan naik becak banyak dilakukan oleh para wisatawan asing (bule). Pada umumnya, yang dinaiki oleh para wisatawan itu adalah becak yang dikayuh dengan tenaga manusia (becak tidak bermotor), bukan dengan tenaga mesin atau yang dikenal dengan becak bermotor (Betor). Ini menandakan bahwa becak merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan asing maupun domestik pada saat berwisata di Yogyakarta.
Sayang sekali, keberadaan becak tidak bermotor (sebut saja becak tradisional) ini makin tergusur oleh keberadaan Betor. Sejak lima tahun lalu Betor muncul di Yogyakarta dan karena didiamkan oleh regulator maupun penegak hukum, maka jumlahnya semakin banyak. Mungkin sekarang telah mencapai 1.000 unit. Bila hal tersebut tidak segera disikapi oleh regulator dan penegak hukum, sangat mungkin pada suatu ketika nanti becak tradisional hilang, digantikan oleh Betor. Hilangnya becak tradisional dan digantikan oleh Betor akan mengancam industri pariwisata di Yogyakarta karena kehilangan salah satu daya tariknya (keliling kota naik becak).

Ada sejumlah alasan yang menyebabkan Betor dapat mematikan industri pariwisata di Yogyakarta. Pertama, Betor menambah kebisingan dan polusi udara Kota Yogyakarta, sementara wisatawan pada umumnya mencari suasana yang sunyi dan nyaman, apalagi para wisatawan dari kota-kota besar dan mancanegara yang kotanya lebih ramai. Becak bermotor menambah bising suara dan polusi udara kota karena menggunakan mesin.

Kedua, Betor berkontribusi menghilangkan identitas Kota Yogyakarta sebagai Kota Wisata yang ditandai dengan keberadaan becak tradisional dan andong. Bila becak-becak tradisional sudah berubah menjadi becak bermotor, tentu itu mengubah wajah/identitas Yogyakarta sebagai Kota Wisata dan kehilangan daya tariknya bagi  wisatawan asing.

Ketiga, dengan kecepatan yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan becak tradisional, Betor tidak mampu memfasilitasi wisatawan yang ingin keliling kota secara santai. Bisa saja kecepatannya diturunkan, tapi suara bising dan polusi udaranya menimbulkan ketidak-nyamanan bagi wisatawan yang akan menikmati Kota Yogya secara santai.

Keempat, Betor juga bertolak belakang dengan program Pemerintah untuk hemat energi. Bila ingin hemat energi, mestinya yang perlu dikembangkan adalah becak tradisional. Agar becak tradisional itu tetap menarik dan kompetitif, desainnya perlu diubah menjadi lebih indah, tempat duduk yang lebih nyaman sehingga saat wisatawan naik, dapat duduk dengan nyaman, dan berat becak dapat diturunkan sehingga lebih ringan dikayuh, seperti yang sudah dicontohkan oleh Becak Wisata. Kecuali itu, pengemudi becaknya perlu memperoleh pendidikan dari Dinas Pariwisata agar dapat melayani penumpang dengan sopan dan jujur. 
  
Menjadi Bumerang

Sikap Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY, Pemkot Yogyakarta, dan penegak hukum yang mendiamkan keberadaan Betor sehingga berkembang terus, sesungguhnya akan menuai badai di kemudian hari, yaitu tatkala Betor menjadi bumerang bagi perkembangan industri pariwisata di Yogyakarta, sementara saat akan ditertibkan sulit karena sudah terlalu banyak jumlahnya, dan telah dijadikan kendaraan politik oleh kelompok tertentu. Oleh karena itu, sebelum menjadi masalah besar, sebaiknya perlu disikapi sejak dini.
Pemprov DIY dan Pemkot Yogyakarta perlu merumuskan grand design pengembangan wisata di Yogyakarta, termasuk moda transportasi yang akan melayaninya. Apakah Betor akan dimasukkan ke dalamnya? Jika tidak, berarti perlu dibuat regulasi yang jelas untuk menutup kemungkinan Betor beroperasi di Kota Yogyakarta karena selain akan menjadi bumerang bagi industri pariwisata, juga tidak menjamin aspek keselamatan penumpang. Tapi bila Betor dimasukkan, apa dasarnya? UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) tidak memberikan ruang untuk Betor. Jadi, bila Betor dimasukkan ke dalam sistem jaringan transportasi perkotaan, itu bertentangan dengan UU LLAJ yang harus ditegakkan oleh polisi.

Keberadaan Betor bertentangan dengan UU LLAJ, pasal 122 ayat (1) butir a yang menyatakan “Pengendara Kendaraan Tidak Bermotor dilarang: dengan sengaja membiarkan kendaraannya ditarik oleh Kendaraan Bermotor dengan kecepatan yang dapat membahayakan keselamatan”. Berdasarkan pasal 122 tersebut, Pemprov DIY dan Pemkot Yogyakarta bersama Dirlantas Polda DIY dapat bertindak tegas terhadap keberadaan Betor yang mulai menjamur di Kota Yogyakarta. Tuntutan para pengemudi Betor yang minta Betor dilegalkan, jelas bertentangan dengan pasal 122 tersebut.

Perlu diingatkan di sini bahwa upaya untuk tetap menjaga keberadaan becak tradisional di Yogyakarta itu merupakan salah satu amanat dari Sri Sultan HB IX. Oleh  karena itu, berharap sekali amanat tersebut dijalankan dengan baik. Membiarkan Betor berkembang di Yogyakarta sama saja mengkhiatani amanat luhur tersebut. Diperlukan visi jauh ke depan, jangan sampai hanya demi melindungi kepentingan segelintir orang yang telah mengganti becak dengan motor, tapi kemudian kepentingan yang lebih luas (industri wisata) menjadi korbannya.

Melarang Betor di Yogyakata bukan berarti melarang pengemudi becak untuk hidup. Potensi penumpang becak tradisional masih ada asalkan becaknya direvitalisasi agar lebih indah, nyaman, dan ringan; sedangkan pengemudinya dididik menjadi seorang pelayan turis, sehingga wisatawan akan senang naik becak keliling kota Yogya, karena dilayani secara sopan dan tidak ditinggal di tengah perjalanan hanya karena tidak membeli souvernir. Revitalisasi bentuk fisik becak dan pendidikan untuk pengemudinya itulah yang perlu dilakukan oleh Pemprov DIY dan Pemkot Yogyakarta untuk mempertahankan keberadaan becak tradisional sebagai salah satu daya tarik wisaya di Yogyakarta. Bukan dengan membiarkan dan melegalkan becak bermotor.

  

Komentar

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.