Langsung ke konten utama

PRAHARA UJIAN NASIONAL

OLEH: DARMANINGTYAS
AKTIVIS PENDIDIKAN TAMANSISWA
 Dimuat di Koran Tempo, Rabu 21 Mei 2014

Hasil Ujian Nasional (UN) tingkat SMA/SMK/MA/MAK telah diumumkan dan nilainya ternyata tidak menggembirakan karena rata-rata hanya mencapai 6,12, jauh lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata Ujian Sekolah (US) yang mencapai 8,39%. Kesenjangan yang jauh antara nilai UN dengan nilai US itu wajar mengingat soal US dibuat oleh guru sendiri yang sudah tahu kenampuan muridnya sehingga tidak akan membuat soal yang lebih rumit.

Muncul analisis bahwa penurunan nilai rata-rata UN tersebut disebabkan adanya model soal matematika dan IPA yang level internasional, seperti PISA (The Programme for International Student Assessment) dan TIMSS (The Trends in Internasional Mathematics and Science Study). Model soal tersebut baru diberitaukan ke publik oleh Mendikbud M. Nuh melalui twitter beberapa hari sebelum pelaksanaan UN. Itu yang kemudian menimbulkan protes para peserta UN. Bahkan ada seorang peserta UN (Nurmillaty Abadiah, SMA Khadijah Surabaya) menulis surat terbuka kepada Mendikbud M.Nuh dan menantang Mendikbud untukduduk dan mengerjakan soal Matematika yang dia kerjakan selama dua jam tanpa melihat buku maupun internet. Jika Mendikbud bisa menjawab benar lima puluh persen saja, maka  diakui pantas menjadi Menteri Pendidikan.
Surat terbuka Nurmillaty Abadiah telah menimbulkan kehebohan  tersendiri, bahkan prahara baru dalam dunia pendidikan. Mendikbud sempat meragukan surat terbuka tersebut ditulis oleh seorang siswi SMA, padahal, senyatanya ditulis oleh seorang siswi SMA yang merasa frustasi mengikuti UN, karena apa yang dipelajari berbulan-bulan, termasuk ikut bimbingan belajar tidak keluar, salah satunya karena soal UN mengikuti model PISA.
Namun bagi penulis, hasil UN tahun 2014 ini juga misteri besar mengingat di banyak tempat soal UN betul-betul bocor (bukan sekedar isu). Di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur misalnya, 70  kepala sekolah dan guru berkomplot mencuri soal UN. Tapi mengapa hasil UN tidak tinggi? Adakah pemerintah mengambil kebijakan mengurangi nilai pada daerah-daerah yang dinyatakan bocor? Atau ada kesenjangan nilai dari daerah satu dengan daerah lain yang cukup tinggi sehingga ketika dirata-rata dapatnya hanya 6,12? Bila hipotesa terakhir ini yang terjadi, maka persoalan utama adalah adanya kesenjangan kualitas pendidikan antara satu daerah dengan daerah lain, bukan pada UN. Kesenjangan tersebut perlu dipecahkan agar tercipta pemerataan kualitas pendidikan. Sayangnya, UN tidak mampu memecahkan masalah kesenjangan, tapi justru memperlebar kesenjangan.
Meskipun pelaksanaan UN bermasalah dan hasilnya jelek, Mendikbud Muhammad Nuh usai acara “Serah Terima Hasil UN SMA/MA dan SMK/MAK 2013/2014” (16/5) menyatakan bahwa seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sepakat menggunakan hasil UN sebagai satu kesatuan dalam SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) bersama dengan nilai rapor dan prestasi akademik. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Pengurus Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Rochmat Wahab, yang juga Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Menurutnya, seluruh rektor PTN sudah sepakat mengintegrasikan nilai UN ke dalam SNMPTN.
            Bulatnya suara antara Kemendikbud dengan Majelis Rektor PTN terhadap integrasi nilai UN ke dalam SNMPTN itu menunjukkan sikap Pemerintah untuk tetap menerapkan UN sebagai penentu kelulusan. Suara massif yang menolak UN sebagai penentu kelulusan dianggap angin lalu saja. Ibaratnya, “anjing menggonggong kafilah berlalu”. Silahkan protes terus menentang UN, tapi keputusan sudah final, UN menjadi prasyarat seleksi masuk ke PTN. Ketidak-berdayaan para rektor PTN, termasuk PTN terkemuka untuk menolak kebijakan pengintegrasian nilai UN dalam SNMPTN karena PTN itu merupakan unit pengelola teknis (UPT) Kemendikbud dan jabatan rektor ditentukan oleh Mendikbud. Padahal, jelas, kredibilitas UN masih diragukan dan kredibilitas tes SNMPTN telah teruji lebih dari 30 tahun, sejak bernama SKALU, Proyek Perintis, Sipanmaru, hingga SPMB, dan kemudian berganti menjadi SNMPTN. Bila yang sudah terbukti kredibilitasnya ini harus menyesuaikan diri dengan yang masih diragukan, apakah ini bukan prahara baru dalam dunia pendidikan nasional sepanjang masa?
            Penulis berharap para rektor PTN/PTS bisa lebih independen dalam bersikap demi menjaga kualitas pendidikan tinggi ke depan. Seleksi masuk PTN dengan model tes bersama yang selama ini tidak pernah digugat kredibilitasnya, perlu dipertahankan demi menjaga kualitas pendidikan tinggi negeri, bukan justru menyesuikan dengan UN. Menjadikan nilai UN sebagai dasar masuk ke PTN, sementara obyektivitas UN masih dipersoalkan, jelas kekeliruan besar. Boleh saja nilai UN dijadikan prasyarat, tapi penentu utama tetap hasil tes bersama. Nilai UN tidak bisa obyektif karena adanya perbedaan standar proses, guru (tenaga kependidikan), sarana dan prasarana, pengelolaan, serta standar pembiayaan antara daerah satu dengan daerah lain, tapi semua dituntut untuk lulus UN. Oleh karena itu perlu hati-hati mempergunakan hasil UN sebagai dasar penerimaan mahasiswa baru di PTN.  

Komentar

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.