Langsung ke konten utama

REGULATOR DAN OPERATOR TRANSJAKARTA BUSWAY

Oleh : Darmaningtyas
Dimuat di Harian Sore Suara Pembaruan, Tanggal 18 Februari 2014

Transjakarta Busway merupakan satu-satunya moda transportasi massal yang dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta pada saat ini. Oleh karena itu, Transjakarta Busway perlu mendapat perhatian serius agar memberikan pelayanan yang prima. Salah satu upaya untuk mendorong terjadinya percepatan perbaikan pelayanan itu adalah dengan mengubah bentuk kelembagaan dari unit pelaksana teknis (UPT) Dinas Perhubungan menjadi BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) alias PT (Perseroan Terbatas) Transjakarta, yang diharapkan lebih independen dalam mengambil keputusan dan leluasa dalam mengembangkan bisnis.

Pertanyaannya adalah apakah perubahan kelembagaan tersebut diikuti dengan perubahan fungsi dan peran? Sejak kelahirannya bernama Badan Pengelola (BP) Transjakarta yang bertanggung jawab langsung kepada gubernur dan kemudian berubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) Tranjakarta, hingga sebutan saat ini Unit Pengelola (UP) Transjakarta fungsinya adalah sebagai regulator dan perannya melakukan pengawasan serta pembinaan terhadap operator Transjakarta Busway. Bila Dinas Perhubungan (Dishub) menjadi regulator bagi seluruh penyelenggaraan transportasi, maka BP/BLU/UP Transjakarta menjadi regulator untuk operator busway saja. Munculnya pertanyaan tersebut terkait dengan kecenderungan selama dua tahun terakhir, di mana UP Transjakarta menjadi regulator, sekaligus operator (mengoperasikan bus sendiri). Kecenderungan ini memunculkan kebingungan bagi operator busway mengenai relasi antara PT Transjakarta dengan operator ke depan, apakah mereka tetap menjadi operator Transjakarta atau akan selesai dengan lahirnya PT Transjakarta?

Melupakan Sejarah

Bila kita merunut ke belakang pelayanan transportasi di Jakarta, semua menyadari bahwa pelayanan transportasi di Jakarta lebih dari 50 tahun diselenggarakan oleh swasta. Swastalah yang membuka jalur sendiri, membeli bus, serta mengoperasikannya. Jalur-jalur yang saat ini ada koridor busway, sebelumnya dilayani oleh bus-bus milik swasta murni. Pemerintah pada saat itu belum berfikir melayani kebutuhan transportasi bagi warganya.

Pada saat Pemprov DKI Jakarta merencanakan pembangunan busway (jalur khusus bus) 2002, muncul kajian ilmiah yang merekomendasikan agar trayek-trayek bus existing yang 50% bakal bersinggungan dengan busway dihapuskan, sedangkan operatornya didorong menjadi konsursium sebagai pengelola busway atau angkutan pengumpan (feeder transport).  Dimulai dengan berdirinya PT JET (Jakarta Express Transport) yang merupakan gabungan dari operator PPD, Bianglala, Steady Safe, Pahala Kencana, dan Ratax yang mengoperasikan Koridor I (Blok M – Kota) dan kemudian diikuti dengan pembentukan Konsursium PT. Trans Batavia yang mengoperasikan Koridor II dan III, PT JTM (Jakarta Trans Metropolitan) yang mengoperasikan Koridor IV dan VI, dan PT. JMT (Jakarta Metropolitan Transport) yang mengoperasikan Koridor V dan VII. Para anggota konsursium inilah yang mengoperasikan Transjakarta Busway. Mereka memiliki hak pengoperasian 60% dari kebutuhan armada di koridor yang bersangkutan, sedangkan 40%-nya dibuka bagi operator di luar konsursium. Fungsi BP Transjakarta pada saat itu jelas sekali, dia sebagai regulator yang melakukan kontrak pengoperasional Transjakarta dengan para operator.

Dasar hukum konsursium sebagai operator itu adalah Peraturan Gubernur (Pergub)  No. 123 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Operator Busway di Provinsi DKI Jakarta. Pergub tersebut mengatur hak dan kewajiban operator serta mekanisme penentuan rupiah/km yang didasarkan pada hasil negosiasi dengan berdasarkan pada hasil perhitungan konsultan.

Guna mengisi kekurangan 40% dari  total kebutuhan bus di Koridor IV-VII, pada 2007 BLU Transjakarta mengadakan lelang yang dimenangkan oleh PT Lorena untuk mengoperasikan Transjakarta di Koridor IV – VII. Harga lelang yang ditawarkan oleh PT Lorena lebih rendah daripada harga konsursium. Perbedaan harga itu sempat menimbulkan masalah karena BLU Transjakarta inginnya membayar kepada konsursium sama dengan harga lelang, tapi ditolak oleh konsursium. Penyelesaian konflik tersebut sampai ke BANI (Badan Abritrase Nasional Indonesia) dengan kemenangan ada pada pihak Konsursium. Kekalahan di BANI ini dijadikan dasar oleh Pemprov DKI Jakarta untuk merevisi Pergub No. 123/2006 menjadi Pergub 173/2010 tentang  Prosedur Penetapan Operator Bus Transjakarta Busway, yang substansinya mengakhiri keberadaan konsursium. Pasal 4 ayat (5) menyatakan: Operator Kemitraan hanya ditunjuk 1 (satu) kali melalui penunjukan langsung dan selanjutnya keikutsertaannya dalam pengusahaan jasa operator Busway wajib mengikuti proses pelelangan umum. Tapi PT Lorena sendiri juga mengajukan penyesuaian harga melalui BANI, meskipun akhirnya tidak dikabulkan.

Munculnya Pergub 173/2010 itu jelas karena pengambil kebijakan lupa sejarah lahirnya busway di Jakarta. Bahwa busway dapat terbangun karena ada pengorbanan para operator existing yang mau trayeknya dihapuskan dengan iming-iming jadi operator busway melalui konsursium. Tapi setelah busway beroperasi, hak konsursium dihapus. Ini yang kemudian para anggota konsursium mengajukan judicial review ke MA (Mahkamah Agung) dan meminta penjelasan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Surat LKPP telah keluar (September 2013) yang menegaskan bahwa hak konsursium untuk mengoperasikan 60% Transjakarta Busway tetap melekat. Surat LKPP itu sudah dilaporkan ke Wagub (Ahok), dan Wagub pun sudah memerintahkan Dishub dan Biro Hukum untuk merevisi Pergub No. 173/2010 sesuai dengan surat LKPP. Tapi sampai sekarang belum direvisi. Seandainya perintah Wagub tersebut telah dilakukan, maka peremajaan dan pengadaan bus baru tidak perlu oleh Pemprov DKI Jakarta sendiri, tapi 60% dapat diadakan oleh konsursium, sehingga kasus impor bus karatan tidak perlu terjadi. 

Dimatikannya konsursium tidak otomatis menyelesaikan masalah. Sebaliknya justru menimbulkan masalah baru terutama menyangkut pengadaan dan pengoperasian bus, karena ternyata tidak mudah melakukan lelang pengadaan bus. Setelah gagal melakukan beberapa kali lelang pengadaan bus itulah yang kemudian mendorong Dinas Perhubungan memutuskan untuk membeli bus sendiri dari Cina dan dioperasikan sendiri. Tapi ternyata, bus baru dari Cina tersebut kalah handal dengan bus yang diadakan oleh konsursium. Buntutnya adalah dicopotnya Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono karena dinilai sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pengadaan bus baru tersebut.

Fokus Regulator

Setelah bus-bus mulai berdatangan, masalah baru muncul lagi, yaitu siapa yang akan mengoperasikan. Akhirnya UP Transjakarta yang semula sebagai regulator saja, sekarang menjadi operator sekaligus. Apakah kecenderungan menjadi regulator sekaligus operator itu sesaat saja ataukah akan berlanjut? Bila berlanjut, siapa yang akan mengawasi mereka? Dengan bentuk BUMD, Dinas Perhubungan tidak berwenang lagi mengawasi mereka. Penulis khawatir bila PT Transjakarta menjadi regulator dan sekaligus operator, maka seluruh energi direksi dan komisaris akan tercurah habis untuk mengurusi SDM, bukan pada pelayanan. Akhirnya, pembentukan BUMD Transjakarta itu tidak meningkatkan pelayanan Transjakarta Busway, melainkan hanya bisnis belaka. Di sisi lain, swasta tidak berminat lagi investasi di bidang transportasi karena tidak memiliki kepastian hukum. Oleh karena itu, sebelum terperosok lebih jauh, perlu diingatkan agar PT Transjakarta ke depan tetap focus sebagai regulator yang mengawasi dan membina operator. Tugas mereka adalah membuat standar pelayanan minimum (SPM), membuat kontrak kerja dengan operator, mengawasi, serta membina operator agar memberikan pelayanan sesuai dengan SPM. Bila PT Transjakarta bertindak selaku regulator dan sekaligus operator, maka bila terjadi kegagalan, sasaran tembaknya akan langsung kepada Gubernur dan Wakil Gubernur, bukan pada direksi dan komisaris PT Transjakarta.

DARMANINGTYAS, KETUA INSTRAN (INSTITUT STUDI TRANSPORTASI) DAN KETUA BIDANG ADVOKASI MTI (MASYARAKAT TRANSPORTASI INDONESIA)

Komentar

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BIODATA DARMANINGTYAS

BIODATA DARMANINGTYAS, menggeluti pendidikan sejak mulai menjadi mahasiswa baru di UGM, Agustus 1982 dengan menjadi guru di SMP Binamuda dan SMA Muhammadiyah Panggang, Gunungkidul, DIY. Pendidikan formalnya cukup Sarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selebihnya otodidak. Gelar “Profesor Doktor” diperoleh dari undangan, sertifikat, piagam, spanduk, dan sejenisnya; sebagai bentuk pengakuan nyata dari masyarakat.

Masyarakat Diajak Adaptasi

Pemerintah, melalui lembaga dan kementerian, mengeluarkan peraturan dan edaran perihal protokol atau pedoman kesehatan. Protokol itu berlaku di tempat masyarakat, industri, sektor jasa, dan perdagangan.

REFLEKSI DARI PELATIHAN GURU SASARAN DI LAMPUNG

Berikut saya sampaikan refleksi saya tatkala mendapat tugas untuk membuka dan kasih pengarahan pada pelatihan guru sasaran di Lampung tanggal 9 Juli lalu. Semoga refleksi in dapat menjadi bahaperbaikan proses pelatihan guru yang akan dating sehingga menjadi lebih baik.