DARMANINGTYAS,
Ketua Dep.Pembudayaan Nilai Kejuangan ’45 dan Pendidikan
Dewan Harian
Nasional (DHN) 45
Wakil
Presiden Boediono menegaskan bahwa implementasi kurikulum baru harus dimulai
2013. Meski tidak harus tuntas tahun ini, tapi jangan ditunda karena yang akn
rugi adalah generasi muda kita (Suara
Pembaruan, 12/2 hal.24). Penegasan serupa pernah dikemukakan oleh Wakil
Presiden pada saat menerima Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M.Nuh saat
mempresentasikan desain Kurikulum 2013 di depn Wakil Presiden pada tanggal 13
November 2012 lalu.
Ini menunjukkn bahwa Wakil Presiden Boediono selaku Ketua
Dewan Pendidikan Nasional amat peduli dengan masalah perubahan kurikulum
pendidikan nasional ini.
Konsekuensi logis dari pernyataan
Wakil Presiden tersebut adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beserta
jajarannya harus kerja ekstra agar dapat memenuhi jadwal yang sudah ditentukan
tersebut, yaitu Kurikulum 2013 dapat diimplementasikan minimal di 30% SD-SMTA
di seluruh wilayah Indonesia pada Tahun Ajaran 2013/2014 ini. Hal itu mengingat
bahwa pernyataan Wakil Presiden itu bersifat politis, sehingga mempunyai makna
harus dijalankan, apa pun yang terjadi, harus terlaksana, tidak boleh ditunda
lagi, meskipun muncul resistensi dari sebagian masyarakat peduli pendidikan
yang menilai implementasi kurikulum amat tergesa-gesa.
Berdasarkan hasil uji publik, secara
konseptual tidak ada keberatan dengan pengembangan Kurikulum 2013, hampir semua
peserta menyadari bahwa kurikulum selalu memerlukan pengembangan baru sesuai
dengan perkembangan masyarakat. Justru kurikulum akan menjadi tidak relevan
lagi, manakala masyarakat berkembang begitu cepat, sementara kurikulum masih
berkutat pada masa lalu. Tapi yang menjadi catatan peserta adalah mengenai
kesiapan guru dan waktu implementasinya yang dinilai terlalu mendesak bila
harus diimplementasikan pada Tahun Ajaran 2013/2014 ini. Mereka berpendapat
bahwa waktu yang ideal untuk implementasi Kurikulum 2013 adalah Tahun Ajaran
2014/2015, dengan pengandaian buku-buku dan gurunya sudah disiapkan secara
cukup. Di sisi lain, permulaan Tahun Ajaran 2014/2015 itu masih dibawah Rezim
Susilo Bambang Yudoyono-Boediono. Jadi secara politis masih punya legitimasi
kuat untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013.
Persoalan Guru dan Buku
Banyak hal yang harus disiapkan
untuk implementasi Kurikulum 2013 ini. Tapi ada dua hal yang krusial, yaitu
masalah guru dan buku. Persoalan guru dirasakan krusial karena apabila guru
tidak siap mengimplementasikan kurikulum baru, maka kurikulum sebaik apa pun
tidak akan membawa perubahan apa pun pada dunia pendidikan nasional. Sedangkan
buku itu vital karena menjadi pegangan murid untuk belajar. Bagaimana mungkin
murid dapat mempelajari apa yang dimaui oleh kurikulum baru bila tidak tersedia
buku pelajaran? Apalagi para pejabat Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
sendiri selalu menyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan kurikulum baru,
Pemerintah menyiapkan buku babon sehingga masyarakat tidak perlu dibebani biaya
pembelian buku baru, seperti yang dikeluhkan selama ini bahwa ganti kurikulum
ganti buku baru.
Persoalan guru selalu dijawab oleh
pemerintah dengan menyatakan bahwa pada tahap awal akan ada sekitar 300.000
guru yang akan dilatih secara khusus untuk menyambut pelaksanaan kurikulum bru
ini. Jumlah tersebut untuk memenuhi target implementasi kurikulum di 30%
sekolah di seluruh wilayah Indonesia
pada tahun 2013 ini. Pemerintah juga selalu menjelaskan bahwa pelatihan guru
selalu diadakan setiap tahun. Jadi tanpa ada perubahan kurikulum pun selalu ada
pelatihan guru. Dengan adanya perubahan kurikulum, maka persoalan tema latihan
saja yang perlu diubah, yaitu untuk menyiapkan para guru dalam
mengimplementasikan kurikulum baru.
Sedangkan persoalan buku inilah yang
tidak bisa dipecahkan seketika. Pengadaan buku memerlukan proses panjang: dari
penulisan draf naskah, pembacaan oleh reviewer,
koreksi oleh editor bahasa, finalisasi naskah, layout, cetak, hingga distribusi. Semuanya itu memerlukan waktu minimal
dua bulan. Sekarang sudah pertengahan bulan Februari, maka paling cepat proses
penulisan sampi cetak baru akan beres pada pertengahan April 2013. Untuk
mendistribusikan ke daerah memerlukan waktu. Target bisa molor bila dalam
prosesnya ada kendala dana. Seperti diberitakan media massa, sampai sekarang anggaran Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan belum dapat dicairkan. Hal itu tentu akan berdampak
panjang terhadap semua proses penyiapan buku. Terlebih sistem keuangan sekarang
yang begitu ketat, membuat para pejabat tidak berani mengambil resiko dengan
mencari dana talangan lebih dulu, mengingat maksud baik tersebut dapat
mengantarkannya ke bui. Dengan kata lain, persoalan paling krusial sekarang
justru dana.
Masalah anggaran pendidikan untuk
menunjang proses implementasi kurikulum baru yang belum cair itu bukan lagi
menjadi domain Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tapi menjadi domain presiden
dan wakil presiden untuk menyelesaikannya. Bila presiden dan wakil presiden
telah berkomitmen penuh untuk melaksanakan kurikulum baru, maka konsekuensinya,
perlu ada dukungan politik dalam pendanaan. Bila lobi antar menteri untuk
mencairkan anggaran mentok, maka mutlak diperlukan intervensi dari presiden/wakil
presiden. Peraturan mestinya dibuat untuk menjaga agar anggaran negara dapat
digunakan secara efektif dan efisien, tapi tidak untuk menghambat jalannya
program. Sangat tidak masuk akal bila program harus jalan sesuai dengan rencana,
tapi sampai memasuki bulan kedua tahun kalender anggaran yang diperlukan belum
cair. Mekanisme pencairan anggaran negara yang tidak berorientasi program ini
perlu ditinjau kembali. Jangan sampai program tidak jalan hanya karena aturannya
tidak mendukung. Sesama pembantu presiden, perlu duduk bersama untuk memecahkan
persoalan sehingga program berjalan sesuai dengan jadwal.
Penyesuaian Regulasi
Persoalan
dana dapat menjadi kendala besar untuk implementasi kurikulum baru mengingat
banyak hal harus disiapkan, seperti misalnya penyesuaian beberapa regulasi yang
mendukungnya. Yang sudah teridentifikasi dan sedang dilakukan adalah perubahan PP
No. 74 Tahun 2008 tentang Guru. PP ini direvisi karena adanya beberapa tuntutan
baru kepada guru pada Kurikulum 2013. Penyesuaiannya sudah sampai tahap uji
publik dan tinggal proses harmonisasi di KumHAM dan Sekretariat Negara. Yang
lain adalah PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Proses perubahannya sudah sampai pada tahap finalisasi naskah untuk uji publik.
Tapi proses uji publik bisa molor bila terkendala oleh anggaran yang belum tersedia.
Semua persoalan muaranya pada masalah dana yang belum cair. Kendala-kendala
tersebut harus dipecahkan oleh Wakil Presiden Boediono bila berharap
implementasi kurikulum baru tidak boleh ditunda lagi. Sebab bila wakil presiden
saja tidak berkutik untuk mengurai masalah tersebut, lalu siapa lagi yang
diharapkan dapat mengurai masalah?
Hal
lain yang bagi penulis masih mengganjal adalah soal sistem evaluasi yang akan
diterapkan dalam kurikulum baru. Bila sistem evaluasi Kurikulum 2013 tetap
menjadikan UN (Ujian Nasional) penentu kelulusan, maka semua ide dan proses
yang bagus tersebut akan rontok, dan perubahan kurikulum pun merupakan tindakan
yang sia-sia belaka.
Wujudkan Pendidikan yang ilmiah, Demokratis dan Mengabdi kepada rakyat!!
BalasHapus"Akses harus demokratis
Kurikulum harus ilmiah
Output harus mengabdi kepada rakyat"
www.soearamassa.tk