Oleh : DARMANINGTYAS
Aktivis Pendidikan
Tamansiswa
Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) melalui
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah memutuskan untuk menunda
implementasi Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 hanya wajib diterapkan pada 6.247
sekolah yang telah menjadi program uji coba sejak Tahun Ajaran 2013/2014. Namun
pada perkembangannya di lapangan ada beberapa daerah yang mengajukan diri untuk
menerapkan Kurikulum 2013 secara total, sehingga jumlah sekolah yang menerapkan
Kurikulum 2013 lebih dari 6.247 sekolah. Rencananya, Kurikulum baru akan
dilaksanakan secara penuh mulai Tahun Ajaran 2018/2019, dan sekarang sedang
dalam proses revisi. Masukan ini dimaksudkan sebagai input dalam merevisi
Kurikulum 2013.
Ruh Kurikulum 2013 sesungguhnya bagus, ingin
menumbuhkan manusia yang aktif, kreatif, dan inovatif. Tapi yang menjadi
persoalan adalah ketika muncul konsep Kompetensi Inti (KI) pada setiap mata
pelajaran. Ada empat KI yang kemudian diturunkan ke dalam KD (Kompetensi Dasar)
setiap mata pelajaran, yaitu KI 1 terkait dengan relasi terhadap Yang Esa, KI 2
terkait dengan relasi sosial, KI 3 terkait dengan pemahamannya terhadap ilmu
yang dipelajari, dan KI 4 terkait dengan implementasi ilmu pengetahuan yang
dipelajarinya. Yang menjadi masalah adalah tidak semua KI pas diterapkan pada
semua mata pelajaran, hanya cocok untuk beberapa mata pelajaran saja, terutama
untuk KI 1 dan KI 2. Tapi rumusan KD semua mata pelajaran Kurikulum 2013 yang
asli mencantumkan semua KI sehingga terasa lucu.
Berikut adalah contoh rumusan Kompetensi Inti
(KI) pada Mata Pelajaran Biologi di Kelas 1 SMA/Kelas X. KI 1 berbunyi
“Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya”. Sedangkan KI 2
berbunyi “Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsive dan
pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan
dunia”.
Tentu saja, bagi orang awam, rumusan KI 1-2
dalam Pelajaran Biologi di atas terasa lucu. Ini Pelajaran Biologi atau
Pelajaran Agama sih? Rumusan yang sama juga terjadi pada Pelajaran Matematika,
Fisika, Kimia, Bahasa Inggris, dsb.. Keberadaan KI itu mengaburkan substansi
mata pelajaran itu sendiri. Setelah mendapatkan protes, muncul apologi bahwa KI
1 dan KI 2 tidak diajarkan secara verbalistik. Namun apologi semacam itu hanya
diketahui oleh mereka yang bertemu langsung dengan penggagasnya. Guru-guru yang
ada di pinggiran kota, pedesaan, apalagi luar Jawa; akan melaksanakan kurikulum
sesuai yang tertulis, sehingga mereka akan menjadi bingung sendiri dalam
memahaminya.
Setengah Hati
Kebijakan Menteri Anies Baswedan menunda
penerapan Kurikulum 2013 secara serentak sempat disambut gembira karena akan
menjadi momentum membenahi kurikulum agar lebih jelas, tidak campur aduk
seperti sekarang ini. Sayang, rupanya revisi itu setengah hati saja, terbukti
hasil revisinya sampai sekarang tidak menyentuh pada tingkatan paradigmatik,
hanya pada tingkatan teknis saja, seperti, bila pada Kurikulum 2013 yang asli,
semua rumusan KD (Kompetensi Dasar) diturunkan dari semua KI (Kompetensi Inti),
maka pada naskah revisi, KI 1 dan KI 2 tidak selalu diturunkan ke dalam KD,
kecuali pada mata pelajaran yang relevan saja. Namun karena KI 1 dan KI 2 tetap
dicantumkan pada setiap permulaan rumusan KD, maka menjadi tidak konsisten dan
guru di lapangan pasti bingung. Bagaimana guru mau mengajarkan konsistensi
berfikir pada anak sementara kurikulumnya sendiri tidak konsisten?
Ada dua kemungkinan revisi Kurikulum 2013 ini
setengah hati. Pertama, pemegang otoritas yang harus bertanggung jawab merevisi
kurikulum idak memiliki kapasitas cukup untuk merevisi dan tidak membuka diri
terhadap masukan dari luar, akhirnya gamang, tidak tau mana yang harus direvisi
dan dipertahankan. Kedua, adanya tarik menarik kepentingan antara mereka yang
ingin mempertahankan keberadaan KI dalam Kurikulum 2013 versus mereka yang
ingin menghilangkan KI karena tidak memiliki basis referensi yang kuat.
Akhirnya, jalan tengahnya adalah KI 1 dan KI 2 tetap dicantumkan pada setiap
perumusan KD, tapi tidak harus diturunkan ke dalam KD. Secara politis itu
penyelesaian, tapi secara substantif tidak ada perubahan apapun, kecuali
menunda waktu saja, substansi sama dengan naskah Kurikulum 2013 yang asli.
Agar penundaan implementasi Kurikulum
2013 itu memiliki makna, maka, pertama, dibutuhkan keberanian Menteri Anies
Baswedan untuk bersikap tegas. Dasar sikapnya adalah visi misi Presiden Joko
Widodo untuk “Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian
berlandaskan gotong royong”, di mana, salah satu dari sembilan program
prioritas Presiden Jokowi (Nawa Cita) adalah “Akan melakukan revolusi karakter bangsa, melalui kebijakan
penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek
pendidikan kewarganegaraan”. Nawa Cita itulah harusnya menjadi dasar bagi
Menteri Anies Baswedan untuk merevisi Kurikulum 2013 sebelum dilaksanakan
secara serentak. Bukan sekadar revisi teknis seperti saat ini. Kalau sekadar
revisi teknis, mengapa harus direvisi?
Kedua, revisi Kurikulum 2013 haruslah sampai
pada struktur kurikulum (pembagian jam pelajaran untuk setiap bidang), karena
struktur kurikulum itulah defacto yang akan menentukan corak
pendidikan. Keinginan Presiden Jokowi untuk memperkuat kebinekaan dan
pendidikan kewarganegaraan tidak akan tercapai, jika yang bertambah justru jam
pelajaran agama (SD dari dua menjadi empat jam, sedangkan SMP – SMTA dari dua
menjadi tiga jam), masih ditambah konsep Kompetensi Inti (KI), karena
kecenderungan pelajaran agama adalah bersifat dogmatis. Jam Pendidikan Agama
tidak perlu ditambah karena masih dapat diperoleh dari lingkungan keluarga dan
lembaga agama. Oleh karena itu, substansi Pendidikan Agama di sekolah pun perlu
lebih diarahkan untuk membangun toleransi, solidaritas, nilai-nilai
kemanusiaan, dsb..
Ketiga, revisi Kurikulum 2013 haruslah
mengakomodasi potensi-potensi yang dimiliki setiap daerah agar dapat
dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat. Dalam Kurikulum 1984, 1994, dan
2006 muatan lokal diberi porsi 20%. Tapi di Kurikulum 2013 Nol persen.
Kurikulum 2013 sangat sentralistis dan tidak mengakomodasi potensi lokal.
Padahal potensi lokal ini amat penting, selain untuk menjaga dan mewujudkan
keragaman, juga menjadi basis ketahanan masyarakat dan potensi ekonomi kreatif.
Dibutuhkan keberanian dari Menteri Anies Baswedan untuk mengembalikan muatan
lokal dalam kurikulum nasional mencapai minimal 20%, syukur bisa mencapai 30%.
Keempat, soal nama. Penamaan kurikulum kita
selalu memakai tahun, seperti Kurikulum 1968, 1975, 1984, dsb.. akitbatnya
setiap Menteri Pendidikan selalu tergoda untuk mengubah kurikulum yang
memperlihatkan masa ia berkuasa. Saatnya penamaan menggunakan tahun tersebut
dihilangkan, cukup “Kurikulum Nasional”, seperti misalnya Cambridge
Curriculum. Nama tersebut sekaligus secara implisit menunjukkan bahwa yang
dibuat oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan hanya Kurikulum Nasional saja,
sedangkan Kurikulum Lokal menjadi domain Pemprov (SMA/SMK) dan Kabupaten/Kota
(TK-SD-SMP). Oleh karena butuh perubahan paradigmatic, maka revisi Kurikulum
2013 tidak perlu tergesa, tapu harus matang!
mantap informasinya.
BalasHapussouvenir khas kota kediri
Menurut hemat sy KI 1 dan 2 dalam K-13 memang sifatnya sangat umum dan itu memberikan ruang gerak yg sangat lebar bagi para guru untuk menemukan relevansinya dengan materi tematik pada matematika dan IPA. Meski di sadari mungkin tdk semua materi langsung nyambung dg ki 1 dan 2, itulah tugas guru utk menemukannya. Suatu contoh aja; bagaimana guru mengantar siswa yakin akan pentingnya perlindungan Allah dalam hidupnya, melalui pelajaran hitungan bilangan 0 sd 10. Bisa ditunjukkan dimensii KI 1 dan KI 2 dengan cara analisis spt berikut. Angka 1 menjadi simbul hekekat Allah ( esa) dan 0 menjadi simbul hakekat ciptaan. Untuk membangun sikap iman tunjukkan siswa bahwa posisi Allah itu ada di depan kita. Tdk ada ciptaan yang selamat kalau tdk berlindung ciptaan. Kalau dia dg sadar diri sebagai makhluk ciptaan yg ada sementara ( 70 -80) tahun jika kuat, maka hidupnya selalu tergantung pada-Nya simbulnya 10 ( satu itu Allah; no itu ciptaan/manusia), bila begitu banyak orang rendah hati, jujur, akan hal ini mesti dia nol tapi tetap berkarya kreaktif, inovatif, giat dia akan menghasilkan kemajuan yg bermanfaat luar biasa bagi semuanya, dan sekian banyak orang mengikuti sikap bersahaja ini maka akan menjadi deretan angka nol dibelakang 1 ( 1000000000000000000) membuat kita semua maju dan sejahtera. Namun bila siswa tidak jujur, menipu, sombong, angkuh, dan sederetan sikap amoral lainnya, sesungguhnya siswa itu mengambil posisi Allah di depan. Kalau itu terjadi tidak akan bertahan lama ( cepat lambat pasti hancur ) karena dia tidak berkualitas seperti angka 01 atau deretan 000000000000000001 tidak berarti sama sekali bila mau mendahului Allah.
BalasHapusLalu saya mau kasi contoh lagi untuk mereka yang sungguh berlindung pada Allah jangan harap bisa bersantai santai, mereka harus menjadi anak yg pembelajar, tidak pernah bosan belajar, giat selalu belajar, harus suka baca buku dari aneka sumber yg membuat mungkin waktu bermainnya terbatas, itulah posisi berjuang sampai titik darah penghabisan yang dituntut filosofi huruf V ( victori) bila siswa konsekuen ingin jadi pemenang harus mau dan siap turun peras keringat sampai benar benar mengasah diri, sehingga saatnya tiba fia mencapai nilai tertinggi dalam kompetisi, disitulah dia sdh berada dalam posisi pemenang sebagai pelajar. Dan tantangan ini takkan berakhir karena dunia kerja juga membutuhkan sikap mental yang sama. Siswa yg telah lulus harus punya cita cita pemenang dalam tempat kerjanya dan menhasilkan kemajuan perusahaan tempat dia bertugas, demikian seterusnya, pasti berhasil karena mereka berada dalam perlindungan Allah SWT atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Allah Tritunggal atau Sang Adhi budha dan apapun bahasa yang dipakai untuk menyembahnya secara lahiriah dan rohaniah
BalasHapusAssalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
BalasHapus