OLEH: DARMANINGTYAS
AKTIVIS PENDIDIKAN DI TAMANSISWA
Keberadaan guru
agama asing tiba-tiba menjadi polemik terkait dengan sikap Menteri Tenaga Kerja
Hanif Dhakiri yang melarang orang asing untuk menjadi guru agama di Indonesia.
Kementrian Tenaga Kerja pun tengah merevisi Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertran) Nomor 40 Tahun 2012
tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing. Namun,
upaya merevisi Kepmenakertran tersebut
memperoleh tentangan dari Kementrian Agama (Kemenag). Menurut Dirjen Pendidikan
Islam Kamaruddin Amin, Kemenag termasuk yang paling terdampak oleh revisi
tersebut, mengingat ada banyak tenaga asing dari luar untuk mengajar teologi
dan guru agama. Kammarudin justru mengkhawatirkan menurunnya kuaitas pengajar
agama dari Indonesia sendiri dengan adanya pelarangan tersebut (Republika, 7/1 2015). Menghadapi
tentangan tersebut, Menteri Tenga Kerja pun akhirnya menunda implementasi
larangan bangsa asing menjadi guru agama.
Ada
19 jabatan yang tertutup bagi tenaga kerja asing, seperti disebutkan dalam Lampiran
Kepmenakertran Nomor 40 Tahun 2012, antara lain: Direktur
personalia, manajer hubungan industrial, manajer personalia, supervisor
pengembangan personalia, supervisor perekrutan personalia, supervisor
penembatan personalia, Supervisor pembinaan karier, penata usaha personalia,
kepala ekskutif kantor, ahli pengembangan personalia dan karier, spesialis
personalia, penasehat karir, penasehat tenaga kerja, pembimbing dan konseling
jabatan, perantara tenaga, pengadministrasi pelatihan pegawai, pewawancara
pegawai, analisis jabatan, dan
penyelenggara kerja keselamatan pegawai.
Profesi
guru, termasuk guru agama, tidak termasuk jabatan yang dilarang, sehingga Kemenag pun dapat memperkerjakan dosen teologi
maupun guru agama dari luar. Boleh jadi, revisi Kepmenakertran tersebut akan
memasukkan jabatan guru agama sebagai jabatan yang terlarang bagi tenaga asing.
Larangan
Wajar dan Rasional
Sesungguhnya, bila
kita memperhatikan fungsi pendidikan agama, yang tidak sekadar untuk
meningkatkan keimanan dan ketakwaan saja, melainkan juga membentuk karakter
bangsa agar menjadi orang yang religius sekaligus memiliki wawasan kebangsaan
dan budaya yang kuat, maka sikap Menteri Hanif Dhakiri melarang TKA menjadi
guru agama adalah sikap yang wajar, bukan berlebihan, dan juga bukan cermin sikap
yang paranoid; melainkan sikap yang selayaknya harus dilakukan. Dengan kata
lain, larangan TKA menjadi guru agama (agama apapun) adalah larangan yang wajar
dan rasional. Hal itu mengingat pembentukan karakter bangsa tidak hanya
mendasarkan pada pemahaman agama secara tekstual, melainkan juga secara
kontekstual. Secara tekstual, pemahaman guru agama TKA bisa lebih unggul, tapi
secara kontekstual belum tentu mereka paham, mengingat mereka tidak mengenal
budaya dan adat istiadat kita. Pemahaman agama secara kontekstual itu amat
diperlukan mengingat Indonesia bukan Negara agama, melainkan Negara yang
plural, memiliki enam agama resmi dan sejumlah aliran kepercayaan yang masih tetap
hidup dan patut dihormati.
Pengajaran agama
secara kontekstual itu telah dicontohkan oleh para wali pada saat menyebarkan
ajaran Islam di Indonesia masa lalu dengan memanfaatkan kekayaan budaya yang
ada di Indonesia, sehingga akhirnya Islam diterima secara luas oleh masyarakat
Indonesia tanpa melalui pertumpahan darah.
Para wali menyadari bahwa syiar agama Islam jauh akan lebih mudah
diterima melalui pertunjukan seni budaya, daripada sekadar melalui ceramah. Dan
hipotesis para wali itu terbukti di masyarakat. Para agama perlu mengikuti
jejak para wali tersebut, yaitu mampu meningkatkan keimanan dan ketakwaan
masyarakat tanpa mengalami benturan dengan nilai-nilai sosial dan budaya yang
ada. Di sinilah pentingnya pemahaman aspek sosial dan budaya yang perlu
dimiliki oleh para guru agama. Dan kemampuan tersebut dimiliki oleh para guru
agama lokal (agama apapun) karena mereka lahir dan besar dalam budaya
Indonesia. Sedangkan guru agama dari asing, boleh jadi pemahaman tekstualnya
bagus, tapi belum tentu mereka memahami secara kontekstual. Berdasarkan
pemahaman seperti inilah maka alasan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri yang
melarang orang asing (manapun) menjadi guru agama (apapun) di Indoonesia itu
rasional dan layak didukung.
Penulis justru
mempersoalkan penyusunan Lampiran Kepmenakertran
tersebut yang tidak memasukkan jabatan guru tertentu sebagai jabatan yang
terlarang bagi TKA. Menurut penulis, bukan hanya guru agama saja yang tertutup
bagi TKA, tapi guru Bahasa Indonesia, PPKn, IPS, Seni, Sosiologi, Antropologi, Biologi,
dan sejenisnya atau yang berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa. Guru
asing lebih tepat sebagai tenaga pengajar Bahasa Inggris atau bahasa asing
lainnya, Matematika, Fisika, dan Kimia; karena pelajaran-pelajaran ini lebih
mengajarkan pada penalaran dan berfikir rasional. Tapi semua bidang pengajaran
yang terkait langsung dengan pembentukan karakter bangsa wajib dipegang oleh
bangsa Indonesia sendiri, bukan TKA.
Penulis
mendukung sepenuhnya kebijakan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri yang melarang
TKA menjadi guru agama. Penulis justru heran pada pejabat bangsa kita sendiri
yang menolak kebijakan Menteri Hanif Dhakiri tersebut. Mengapa kita begitu
relanya menyerahkan pendidikan karakter anak-anak kita kepada bangsa asing yang
tidak kita kenal? Anak-anak di dalam ruang kelas itu akan dibawa ke mana, amat
tergantung pada guru. Oleh karena itulah kebijakan membatasi TKA menjadi guru
agama dan sejenisnya itu amat diperlukan, meskipun dampaknya kita akan
kehilangan bantuan finansial dari Negara yang TKA-nya menjadi guru agama.
Sungguh tragis bila pembentukan karakter bangsa ini kita gadaikan kepada bangsa
lain hanya karena ditukar dengan dinar, dolar, atau euro.
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
BalasHapus