OLEH: DARMANINGTYAS, KETUA BIDANG ADVOKASI MTI (MASYARAKAT TRANSPORTASI INDONESIA)
Dimuat di Harian Sore Suara Pembaruan, Tanggal 20 November 2014
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana melarang operasional kendaraan roda dua bermotor atau motor di kawasan MH. Thamrin, dari HI – depan Istana Merdeka mulai 1 Desember 2014 nanti. Sudah tentu rencana ini mengundang pro dan kontra, antara yang setuju dan menolak. Bagi pengguna mobil pribadi dan pejalan kaki, mereka menyambut gembira rencana tersebut karena selama ini motor dirasakan amat mengganggu perjalanan mereka. Perlikaku pengendara motor yang zigzag menyulitkan para pengendara mobil, mereka selalu was-was menabrak motor dan kemudian dipersalahkan sendiri. Demikian pula para pejalan kaki, yang selama ini mereka merasa hak trotoarnya sering diambil oleh motor untuk lewat maupun parkir, merasa gembira dengan pelarangan ini.
Namun bagi warga Jakarta yang mobilitasnya mengandalkan motor tentu menolak rencana tersebut dengan alasan diskriminatif, padahal yang bikin macet jalan dan memakan ruang lebih banyak itu justru mobil pribadi, bukan motor. Dengan pelarangan tersebut berarti kelak Jl. MH Thamrin hanya dilalui untuk mereka yang bermobil saja, sementara yang naik motor dilarang melintas di sana.
Tulisan ini ingin melihat masalah transportasi dari perspektif hak warga untuk mobilitas geografis, bukan dari perspektif penggunaan moda/sarana. Masalah penggunaan moda, entah itu motor, mobil, atau angkutan umum adalah masalah teknis yang dapat dipecahkan secara teknis pula. Tapi persoalan mobilitas adalah hak fundamental warga, mengingat mobilitas geografis saat ini menjadi bagian integral dari pencarian nafkah warga. Terganggunya mobilitas warga dapat berdampak pada terganggunya pencarian nafkah yang bersangkutan. Oleh karena itu, di Negara-negara maju kebutuhan akan layanan transportasi sebagai sarana mobilitas warga telah masuk ke dalam konstitusi Negara karena dikategorikan sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh Negara.
Di Negara-negara maju, pilihan jenis moda transportasi tidak menjadi masalah lagi karena Negara telah mampu mencukupinya, baik untuk transportasi dalam kota maupun antar kota. Warga yang akan melakukan mobilitas untuk bekerja, bisnis, sosial, maupun rekreasi dapat menggunakan layanan angkutan umum yang tersedia secara aman, nyaman, selamat, tarif terjangkau, dan menjamin ketepatan waktu. Itu sebabnya mereka tidak punya persoalan dengan pelarangan jenis moda kendaraan pribadi atau mahalnya harga BBM, seperti di Indonesia, karena pelarangan penggunaan jenis kendaraan pribadi maupun mahalnya harga BBM tidak akan menghambat hak mobilitas warga. Di Indonesia, kenaikan BBM menjadi isu penting dan pelarangan jenis moda tidak boleh melintasi jalur tertentu menjadi isu sensitif karena angkutan umumnya jelek, sehingga orang kebingungan mengenai alternatifnya bila ada pelarangan melintasi jalur tertentu atau terjadi kenaikkan harga BBM.
Sediakan Alternatifnya
Mengacu pada pengalaman yang terjadi di Negara-negara maju, jelas sekali bahwa substansi utama yang dihadapi oleh warga kota (di mana pun) adalah masalah akses untuk melakukan mobilitas geografis. Apakah dengan adanya pelarangan motor melintasi kawasan tertentu membuat mobilitas warga terganggu atau tidak? Jika membuat masyarakat terganggu tentu kebijakan tersebut kurang tepat. Tapi jika tidak terganggu lantaran tersedia moda transportasi umum yang mudah diakses secara aman, nyaman, selamat, tarif terjangkau, dan tepat waktu; maka pelarangan bukan suatu masalah. Pemerintah tidak bisa dipersalahkan lantaran melarang motor melewati jalur tertentu, tapi dapat dimintai pertanggung jawaban bila sampai terjadi mobilitas warga terganggu. Hak mobilitas warga itulah yang harus dijamin oleh Pemprov DKI Jakarta, bukan pada jenis moda yang dipakai.
Pertanyaan dasar yang dapat diajukan kepada Pemprov DKI Jakarta yang akan melarang motor melintas JL MH Thamrin adalah apakah telah menyediakan angkutan umum yang baik dan dapat menjadi alternatif untuk mobilitas bagi warga yang sebelumnya memakai motor? Bila belum tersedia, maka hal mendesak untuk diperlihatkan kepada publik adalah skema percepatan penyediaan angkutan umum sehingga warga tidak perlu khawatir mobilitasnya akan terganggu.
Sebagai pengguna angkutan umum, penulis meyakini bahwa masyarakat Jakarta akan enjoy saja, tidak akan protes bila ada pelarangan mengendarai motor di Kota Jakarta asalkan tersedia angkutan umum yang baik, yaitu aman, nyaman, selamat, tarif terjangkau, memiliki ketepatan waktu, serta beroperasi dari pagi hingga malam hari, sehingga mobilitas mereka tidak terganggu. Keberatan warga pada saat ini tampaknya bersumber pada tidak adanya kejelasan mengenai skema penyediaan angkutan umum yang baik, tapi hak mobilitas warga dengan motor sudah dibatasi. Jika hak mobilitas warga tidak terganggu, dipastikan tidak akan ada resistensi dari masyarakat, bahkan akan memperoleh dukungan dari para pejalan kaki yang selama ini merasa hak-haknya dirampas oleh pengguna motor.
Ada beberapa alternatif untuk mempercepat penyediaan angkutan umumnya yang baik. Pertama, menunggu kedatangan sepuluh unit bus tingkat yang kata Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merupakan konstribusi dari sektor swasta. Bus dengan kapasitas lebih dari 100 orang itu tentu cukup signifikan mengangkut jumlah penumpang perjamnya. Kedua, segera operasikan bus dari Cina yang telah dibeli tahun 2013 dengan jumlah total 600-an unit bus besar dan kecil mengingat tidak semua bus dalam kondisi jelek. Pengoperasian bus-bus tersebut dapat meminimalisir kerugian pada pihak manapun (industri, distributor, operator, maupun Pemprov DKI Jakarta), daripada membiarkan mangkrak di pool. Ketiga, mendorong para pengelola gedung di Jl Sudirman – Thamrin agar menyediakan bus khusus untuk mengangkut karyawannya sehingga dapat mengurangi pengguna kendaraan pribadi. Amanat ini telah ada di Perda No. 5 Tahun 2014 tentang Transportasi DKI Jakarta.
Mengapa pelarangan operasional motor tersebut terbatas di kawasan Thamrin saja? Pertama, secara teknis, pelarangan itu tidak akan terlalu menghambat pergerakan orang mengingat masih banyak jalan alternatif dan kantong parkir di kanan kiri atau belakang gedung-gedung sepanjang Jl MH Thamrin. Orang akan melewati jalan alternatif tersebut tatkala tidak diperbolehkan melintas Jl MH Thamrin. Bahwa kemacetan di jalan kanan-kiri MH Thamrin akan meningkat, itu konsekuensi logis yang tidak terelakkan, tapi mobilitas warga tidak terganggu. Kedua, sebagai exercise untuk membuat kebijakan pembatasan penggunaan motor di tengah kota, kawasan Thamrin paling ideal karena posisinya strategis dan telah tersedia berbagai moda angkutan umum (dekat dengan stasiun KRL, tersedia halte Transjakarta, banyak bus reguler, dan sejenisnya). Berdasarkan exercise di Jl. MH Thamrin ini Pemprov DKI Jakarta dapat memperluas sampai ke BLOK M – Kota dan Ragunan – Dukuh Atas. Hal itu mengingat di kedua koridor tersebut telah tersedia angkutan umum (Transjakarta) yang relatif baik dan tersedia fasilitas parkir dan naik (park and ride) yang memadai. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas Transjakarta di kedua koridor ini amat mendesak dan menjaga agar tarif tetap terjangkau bagi pengendara motor.
Sekarang yang perlu dipecahkan adalah motor yang berfungsi untuk usaha bisnis, baik untuk delivery makanan, surat, paket, dan sejenisnya yang hanya mungkin dilakukan dengan motor mengingat bila naik mobil tidak akan pernah sampai tujuan tepat waktu karena terjebak macet. Jumlah mereka bisa ribuan, oleh karena itu perlu pendataan yang akurat untuk menyiapkan konsep operasional dan pengawasannya di lapangan agar tidak terjadi distorsi. Bila langkah-langkah alternatif solutif ini dilakukan, maka Pemprov DKI Jakarta tidak perlu ragu membatasi motor di Jakarta sebelum muncul masalah yang lebih besar lagi.
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
BalasHapus