Harian Kompas medio Januar-Maret 2024 banyak menurunkan liputan maupun opini terkait akses pendidikan tinggi (PT) yang masih menjadi problem hingga sekarang, sehingga angka partisipasi pendidikan tinggi kita masih di bawah 40%. Salah satu penyebab utamanya adalah biaya PT secara keseluruhan yang dinilai mahal, baik di perguruan tinggi negeri (PTN), Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH), maupun perguruan tinggi swasta (PTS). Adanya kendala biaya tersebut memunculkan wacana pemberian pinjaman pendidikan bagi mahasiswa (Kompas, 30/3. hal.10). Biaya kuliah itu terbagi dua, yaitu biaya yang dibayarkan ke PT, baik biaya investasi maupun operasional atau dikenal dengan uang kuliah; serta biaya personal, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh mahasiswa sehari-hari, seperti makan, bayar kos, transportasi, pembelian laptop, paket internet, buku, dll.. Besaran uang kuliah di PTN/PTS reguler sebetulnya masih terjangkau karena per semesternya jauh dibawah uang sekolah di SMA/MA/SMK swasta. Namun y
Oleh : Ki Darmaningtyas Setiap warga Indonesia yang pernah bersekolah tentu pernah mendengar nama Ki Hadjar Dewantara dan Tamansiswa. Keduanya disebut dalam buku sejarah pergerakan kemerdekaan yang diajarkan dari bangku SD/MI hingga SMTA. Sebelum mendirikan Tamansiswa, Ki Hadjar Dewantara (KHD) dikenal sebagai tokoh Tiga Serangkai yang bersama Ernest Douwes Dekker dan Dr Tjipto Mangunkusumo mendirikan Indische Partij, organisasi yang menjadi pelopor lahirnya nasionalisme Indonesia. Nama kecil KHD adalah Raden Mas (RM) Soewardi Soerjaningrat. Lahir 2 Mei 1889 dan meninggal 26 April 1959. Tanggal kelahirannya kemudian dijadikan tanggal peringatan Hari Pendidikan Nasional. Soewardi menanggalkan gelar kebangsawanannya dan berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara setelah mendirikan Perguruan Tamansiswa dengan maksud untuk menghilangkan sekat-sekat kultur feodal. Secara genealogi, KHD berasal dari garis Kesultanan Yogyakarta, karena permaisuri Sri Paku Alam III (yang melahirkan ayah KHD) da